Sebuah Jawaban

Blogku semester ini tak ramai dengan tugas-tugas yah.... Hahaha. Tuhan memang Maha Adil, di saat kami (saya dan kawan-kawan kelas) sibuk dengan satu proyek besar yang kami perjuangkan, tidak ada tugas atau paper-paper yang menumpuk dari para pahlawan tanpa tanda jasa yang kadang berperan ganda sebagai "sang pembuat gemas".... ya beliau para dosen. 

Mungkin proyek ini tidak memforsir pikiran seperti paper dari para dosen yang selalu melintas setiap  saya (mungkin kita) melakukan aktivitas apapun. Bahkan, aktivitas sehari-hari seperti makan, nonton tv, mencuci, terkadang saat ibadah pagi di toilet pun si paper itu selalu berlari-lari di dalam pikiran, melebihi pikiran orang yang sedang kasmaran. Namun, proyek ini menyita banyak waktu dan tenaga. Mungkin ini cara Tuhan  menggariskan kehidupan umatnya dengan hanya memfokuskan kami pada satu titik besar yang harus kami hancurkan dengan kelancaran, keberhasilan dan mungkin bonusnya kemenangan. Proyek ini bernama Pergelaran Sastra "Anoman Ringsek" DIK A 2011.

Apa itu pergelaran sastra? Siapa pula si anoman ringsek itu?
Pergelaran sastra adalah suatu matakuliah yang ada dan harus dikontrak pada masanya oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UPI. Matakuliah ini saya bilang suatu proyek, karena pada akhirnya kami para pengontrak harus mementaskan suatu teater di ujung perkuliahan. Ohya, matakuliah  ini saya sebut tidak mengenal SKS karena setiap ada waktu luang, seperti selepas beres jadwal kuliah kami selalu latihan sampaaaaaaaii............. Sang sutradara berucap "Oke, udah yu istirahat dulu habis itu evaluasi". Latihan kami lakukan sampai hari pementasan tiba. Latihan apa? Latihan yang berkaitan dengan proses teater tentunya, olah tubuh, olah vokal, olah sukma, dan latihan gerak, mimik, serta dialog pada drama itu sendiri. Kemudian, anoman ringsek adalah nama suatu naskah dekonstruksi cerpen pewayang yang akan kami eksekusi (ingin tahu lebih lanjut tentang isi naskahnya silahkan baca Anoman Ringsek karya Indra Tranggono).

Proyek ini saya sebut proses. Iya bisa dibilang proses pendewasaan diri bagi kami semua (DIK A 2011). Untuk mewujudkan dan mengeksekusi pementasan ini menjadi pementasan yang menghibur dan terbaik tidaklah mudah. Justru lebih banyak masalah intern yang kami hadapi dalam prosesnya. Salah paham, tuding-menuding, perang dingin. Pasangan suami istri yang sedang menunggu kelahiran buah hatinya pun mungkin tidak akan mudah menyatukan dan menjadikan satu sebuah nama terbaik bagi anak mereka. Apalagi kami yang harus menyatukan 43 kepala dalam satu garis lurus. Hal tersebut tidak mudah diwujudkan, perlu adanya kerjasama, kerja keras, dan unsur terpenting yang dapat membuat ini berjalan segaris adalah PENURUNAN TERMOMETER EGO pada diri kami masing-masing.

Proses latihan
Mungkin jika di ibaratkan bisul, dari 3 bulan proyek ini berproses bulan kedualah masa dimana bisul tersebut matang dengan sebanyak nanah yang menumpuk di dalamnya. Tapi pada bulan kedua jugalah bisul tersebut pecah dan mengeluarkan begitu banyak nanah menjijikan yang memang seharusnya keluar. Dalam bulan kedua inilah kami mulai dapat mengontrol ego kami masing-masing demi satu kepentingan bersama yang harus kami perjuangkan dengan ikhlas.

Here we are~
Hari demi hari berjalan tersisalah 4 minggu rentan waktu sebelum titik besar tersebut dihancurkan. Pada minggu-minggu bungsu inilah masalah yang berasal dari luar mulai menghampiri kami. Banyak yang menyepelakan kami, banyak yang menjelekkan kami dan membandingkan kami dengan pementas kelas lainnya menggunakan etika penyampaian yang menurut saya tidak pantas! Mungkin ini yang harus di ingat. 


"Kami sangat, sangat, dan sangat terbuka pada siapa saja yang mengkritik demi kelancaran, kebaikan dan keberhasilan proyek ini. Kami sangat berterima kasih pada siapa saja yang mau meluangkan waktunya demi kritik dan saran yang membangun bagi proyek ini. Tapi satu yang ingin saya tekankan pada siapa pun yang merasa. Hey, Bung! Kami bukan bocah yang masih berlindung di bawah ketek seorang mamak. Kami bukan bocah yang tidak dapat membedakan mana yang disebut KRITIK MEMBANGUN dan mana yang disebut KRITIK MENJATUHKAN."


Mungkin moment yang paling kami ingat dan sangat berkesan bagi kami semua adalah ketika H-1 pementasan. Tengah malam, ketika hampir semua dari kami terserang rasa lelah dan letih mengurusi ini dan itu perlengkapan pementasan (mungkin para aktor memiliki termometer lelah setingkat lebih panas daripada kami yang bergulat dibalik layar) seorang senior satu tingkat di atas saya datang dan melihat para aktor yang tengah berlatih BLOCKING di atas panggung. Kesan awal yang ia tunjukkan membuat saya kurang suka. Mungkin dia mengalami gangguan kulit akut sehingga kulitnya tidak peka dan merasakan kalau ruangan tempat dia menempelkan pantatnya tersebut full AC dan dengan seenak jidat menyalakan rokok. 

Saat kami sedang latihan blocking ada salah satu aktor yang mengantuk dan kami semua tertawa karena mimik mukanya yang lucu seperti anak kecil. Namun, sang senior tersebut malah memotong dan berbicara yang isinya bahwa ia tau mana yang disebut lelah dan mana yang disebut malas. Dan yang aktor tersebut lakukan adalah suatu kemalasan, bukan lelah. Otomatis adegan pun terhenti. Semua pasang telinga yang berada di dalam auditorium itu pun mendengar seksama kata demi kata yang keluar dari mulut senior PINTAR itu. Dan segala macam hal yang keluar dari mulutnya seolah ia serba tahu seluk-beluk kami, seolah ia terlibat dalam proses ini dari awal. Gaya bicaranya mengalahkan seorang mamak yang tahu banyak tentang anaknya. Perlu saya tekankan, saat itu situasi telah tengah malam, dihinggapi rasa lelah, kami masih di dalam kampus, dan yang terpenting saat itu kami sedang berlatih BLOCKING bukan geladi bersih yang telah berlalu kurang lebih sejam lalu pada saat itu. Mungkin senior yang PINTAR itu menjadi sok tahu karena dia mengira kami sedang geladi bersih bukan berlatih blocking. Gini nih jeleknya orang Indonesia, gampang menjudge orang lain. Setelah dia pergi dan meninggalkan begitu banyak awan hitam dan petir pada benak kami masing-masing serta rasa PUTUS ASA yang sukses ia tancapkan kepada kami semua, seseorang yang menjadi bagian dari kelas kami bangkit membetulkan posisi duduknya. Kemudian, ia menyuntikan semangat dengan awal "Dia tahu apa tentang DIK A?" disertai lanjutannya yang sukses membuat semangat kami semua sampai ke ubun-ubun serta mencabut dengan kasar rasa putus asa dari benak kami semua. Mungkin ini sepotong kecil dari kelebihan "kelas DIK A" yaitu ketika kami down selalu mudah dan selalu ada seseorang yg "menyuntik" sehingga dengan cepat mengupgride kembali semangat tersebut menjadi versi yang lebih mutakhir. Bahkan, sampai hari pementasan dan H+ kelas kami, cibiran dan celotehan yang memandang kami sebelah mata masih banyak bermunculan.

Seperti watak bawaan orang melayu bahwa selalu ada "untung" di balik sebuah masalah. Untungnya cibiran-cibiran dan pandangan sebelah mata yang bermunculan dari orang-orang di luar sanalah yang semakin menyuntikan vitamin bagi kami untuk semakin kompak, semakin erat, semakin kerjasama, dan membuktikan bahwa kami layak. Ya... bisa dibilang mungkin saya pribadi berterima kasih karena hal-hal semacam itu yang  mungkin lebih cepat efeknya bereaksi, menambah kekompakan dan kebersamaan kami. Layaknya obat semakin pahit semakin manjur! (katanya).

Saat pementasan berlangsung, tidak hanya para aktor yang ditonton ratusan orang yang mengalami gejala gugup seperti, mules, tangan dingin, kesemutan, dll. Tapi kami para tim-tim di belakang panggung pun mengalami dan merasakan gejala-gejala tersebut termasuk saya sendiri. Simplenya, bisa dibilang karena ini adalah sebuah KERJA TIM. Ibarat tubuh jika kepala pusing, maka semua anggota tubuh akan merasakan dan terkena akibatnya. Alhamdulillah... pementasan kami sukses membuat penonton terhibur dan terbawa pada setiap potong adegan, adegan kocak-penonton tertawa, adegan serius-penonton menyatukan alis, adegan mencekam-penonton meringis. Mungkin bayaran atas segala perjuangan kami kurang lebih 3 bulan tersebut adalah riuh tepuk tangan apresiator setelah lighting terakhir redup pertanda pementasan selesai. 


Dan mungkin bayaran tambahan atau bonus yang Tuhan berikan bagi kelas kami adalah tertanamnya predikat "PEMENTASAN TERBAIK" untuk pementasan Anoman Ringsek DIK A 2011 dalam rangkaian perhelatan Pergelaran Sastra 2013. And Here we come.......
Pementasan Terbaik "Anoman Ringsek" pada Pergelaran Sastra 2013, UPI-Bandung
Orang lain boleh sebut ini penghargaan, tapi saya menyebutnya sebuah jawaban... :)))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar