Keponakanku dan Dunianya

Hari ini dan beberapa hari belakang, saya sedang dihadapkan dengan rutinitas baru, yaitu menjadi baby sitter freelance. Memang betul kata orang tua, cari kerja itu susah. Buktinya walaupun sudah mendapat gelar sarjana tetap saja masih susah cari kerja. Kenapa tidak meneruskan ke S2? Hmm, nanti dulu deh ya. Dari SD sampai kuliah S1 sudah dibiayai orang tua masa sekarang S2 masih tetap merengek meminta aliran dana pada orang tua. 

Bayi-bayi yang saya asuh memang benar-benar bayi yang luar biasa, tidak bisa diatur dan tidak bisa diam di satu tempat. Saya menyebutnya bocah-bocah rese. Ibu tidak marah anaknya dipanggil seperti itu? Tidak juga sih, karena ibunya kakak saya. Hahaha. Menyenangkan, tidak habis pikir, dan kadang cukup menguras emosi saat sedang datang bulannya.

Bayi yang satu usia 20 bulan (Anjani) yang satu usia 7 bulan (Al). Al sebagai bayi 7 bulan yang baru bisa merangkak tidak terlalu merepotkan, kasih mainan untuk digigit atau dipindahkan ke karpet saat memenemukan hal bahaya. Sementara Anjani ini, makhluk kecil yang menguji kesabaran banget. "Anak kebanyakan vitamin" julukan saya untuk dia. Memang saat masa kehamilan ibunya sering sekali minum vitamin, makan-makanan gizi tinggi dan hal lainnya yang dilakukan ibu-ibu muda saat hamil anak pertama. Pernah suatu ketika, saat saya dan keluarga makan di sebuah rumah makan, saking aktifnya anak satu ini hampir semua makanan dia "eksperimenkan" mulai dari es teh manis yang dicampur sambal, minum es kelapa campur tahu goreng, dsb.

Hal yang sedang happening sekali saat ini untuk Anjani adalah belajar berbicara. Anjani sudah mulai mampu berbicara dengan orang dewasa melalui persatu kata yang ia ucapkan. Kata pertama yang mampu ia ucapkan adalah cicak dengan bunyi yang sangat jelas. Tetapi selayaknya, anak seusianya walaupun telah mampu berbicara dengan orang dewasa tentunya tidak setiap kata yang ia ucapkan dapat dimengerti. Contohnya, mengucapkan susu menjadi cucu, masuk menjadi macuk, melon menjadi meyon, air menjadi ai, seribu menjadi cebu, dsb. Selain pengucapan yang belum sempurna,   keberagaman kosakata yang anak seusia Anjani tentunya masih terbatas. Suatu ketika, ia diajak ke toko perhiasan. Selayaknya anak seusianya yang sangat senang bila diajak keluar, ia sangat asyik berlari kesana kemari di toko tersebut. Saat ibunya sedang memilih, ia pun menghampiri salah satu etalase yang berisi kalung-kalung emas yang sangat cantik yang mungkin beratnya di atas 3 gram. Kemudian, dengan polosnya ia teriak sambil menunjuk ke sembarang deretan kalung-kalung tersebut "Injam, injam, injam, injaam!" Maksudnya pinjam, pinjam, pinjam. Hahaha, sampai pegawai toko tersebut pun tertawa. Beruntunglah pada ibunya, karena saat ini Anjani hanya mampu berkata pinjam. Mungkin bila umurnya bertambah nanti kata tersebut akan menjadi "Mamih beli, beli, beli".

Saya sangat menyayangkan para orang tua yang mengajarkan anaknya bebicara pada usia "pemerolehan bahasa" dengan seolah "memanja-manjakan" sebuah kata, seperti pengucapan yang seharusnya pulang menjadi uang, susu menjadi cucu, sayang menjadi cayang, dsb. Padahal, pengucapan kata yang benar dari orang tua dapat membantu seorang anak lebih cepat melafalkan dengan benar sebuah kata. Coba saja bayangkan, jika mereka semakin besar dan ia mengartikan kata uang sebagai bentuk seseorang yang telah/hendak kembali ke rumah, bukan benda berbentuk kertas/logam yang dapat mereka gunakan untuk jajan. Masalah kita sudah mengajarkan dengan benar tetapi mereka masih salah mengucapkannya, itu karena penggunaan alat ucap mereka masih belum sempurna. Hal tersebut, tidak menjadi masalah selama para orang tua tetap membenarkan saat sang anak salah mengucapkannya.

Hahaha blog ini jadi berasa sedang membahas masalah parenting. Itu hanya sebatas cerita dan opini saya tentang dunia anak dan kebahasaan. Semoga dapat menjadi manfaat dan hiburan bagi yang membacanya :)


Hastanta Leroy Altair (Al)

Myeshia Afsheen Anjani (Anjani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar