Ngemil Nggak Harus Beli: Roti Panggang dan Puding dengan Vla
Akhir-akhir ini punya rutinitas baru yang hits banget untuk saya pribadi. Ya, penyebabkan karena keseringan di rumah (pengangguran), untuk menghilangkan kebosanan jadi deh bikin-bikin sesuatu. Kebiasaan masak yang saya lakukan saat kuliah menjadi terlalaikan sejak move dari kost-an ke rumah. Iya, kalau di kost-an biasa masak, namanya juga anak kost harus cerdas soal keuangan. Hahaha. Sementara, sejak di rumah jadi malas sekali untuk masak. Namanya juga di rumah, sudah ada ratu dari segala masakan, Mamah.
Nah saat ini setelah kurang lebih tiga bulan memutuskan untuk tak berkawan dengan wajan, kompor, kuali, bawang, garam, gula, cabe, (-cabean) dkk. Akhirnya, sekarang reunian lagi dengan mereka. Bedanya saat ini, yang dimasakan bukan makanan berat. Coba-coba yang simpel aja dan nggak butuh banyak bumbu ini itu. Sebatas makanan untuk cemilan di rumah. Sekalianlah ya latihan buat nyenengin suami sama anak nanti. Hahaha.
1. Roti Panggang
Nah, yang pertama ini roti panggang. Isinya cokelat stroberi dengan keju nanas. Untuk cara buatnya kayanya semua orang sudah hapal. Karena biasa liatin mamang-mamang tukang roti bakar hehe. tapi supaya blog ini informatif saya ceritakan saja ya cara buatnya hehe.
Bahan-bahannya, yaitu dua lembar roti tawar (boleh roti kupas atau bukan), mentega, susu kental manis, selai cokelat, selai stroberi, selai nanas, dan keju.
Cara buatnya, yaitu pertama, siapkan dua lembar roti tawar kemudian tumpuk hingga menjadi satu bagian. Kemudian potong roti secara menyimpang simetris hingga menjadi dua buah roti. Kedua, oleskan mentega pada roti baik sisi dalam maupun sisi luar. Ketiga, oleskan selai perasa buah atau pun cokelat sesuai selera anda. Tapi kali ini saya memilih selai cokelat, selai stroberi, selai nanas, dan keju. Keempat, panaskan panggangan dengan api sedang, tinggal bolak-balik hingga roti berwarna kecokelatan. Bila dirasa telah matang, angkat. Kelima untuk lebih cihuy bisa ditambah dengan taburan keju di atasnya.
2. Puding dengan Vla
Nah, untuk membuat puding dengan vla tidak susah kok. Begini cara buatnya...
Untuk bahan puding siapkan puding bubuk. Untuk pudingnya saya menggunakan puding bubuk yang sudah inklusif dengan gula, supaya tidak pusing menakar gulanya.
Untuk bahan pembuat vla, siapkan susu cair 250 ml (bisa juga menggunakan susu kental manis, tinggal tuang susu sesuai selera kemudian larutkan ke dalam 250 ml air), 1 sdt tepung maizena, larutkan dengan sedikit air (bisa juga menggunakan tepung ketan atau tepung sagu. Gunanya sama-sama untuk mengentalkan adonan), 50 gram gula pasir, 1/4 vanili bubuk, garam secukupnya (saran tidak usah terlalu banyak), 1 butir kuning telur, dan sehelai daun pandan (untuk membuat adonan lebih harum).
Cara buatnya, masak puding terlebih dahulu. Cara memasaknya seperti memasak agar-agar biasa.
Sementara, cara membuat vla puding, yaitu masukan semua bahan, seperti susu, tepung maizena yang sudah dilarutkan, gula pasir, vanili, garam, dan daun pandan ke dalam panci kecil kemudian rebus hingga mendidih. Setelah mendidih, ambil 1 sendok sayur adonan kemudian campurkan dengan kuning telur, kocok hingga rata. Masukan lagi ke dalam rebusan, aduk-aduk hingga mendidih, angkat dan dinginkan.
Semoga bermanfaat dan ingat karena ngemil nggak harus beli :)
Ade Taofik
Karena kanyamanan adalah segalanya. Rasa nyaman mampu membeli prinsip seseorang. Rasa nyaman dapat meluluhkan hati seseorang. Rasa nyaman selalu berjalan lurus dengan kepribadian 'sumber' kenyamanan tersebut. Rasa nyaman dapat membuat seseorang menikmati waktu walau sekadar makan malam di warung pecel lele tepi jalan. Kerena rasa nyaman muncul dari kesederhanaan.
Rasa nyamanku hidup saat bersamanya. Pria hebat, penyabar, dewasa, pengertian, dan humoris. Ia pria hebat. Karena ia satu-satunya yang mampu membuat saya merasa dihargai dan hal yang saya lalukan untuk membantunya selalu diapresiasi dengan baik. Saya mencintainya karena saat bersamanya saya merasa hebat dan menjadi manusia berguna bagi orang lain. Ia pria penyabar. Karena selalu sabar menghadapi saya yang manja, banyak maunya, dan egois. Saat saya salah, ia tidak pernah meluapkan amarahnya, justru selalu membuat saya merasa malu dengan nasihat-nasihatnya. Ia pria dewasa, karena ia hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum saat saya ceritakan seorang sahabat saya tidak menyukainya. Ia terlalu dewasa untuk seorang anak bungsu yang selalu berada di rumah untuk membantu rutinitas orang tuanya. Ia pria yang begitu mengerti. Ia dengan tulus tanpa diminta berhenti merokok total karena seringkali melihat saya terbatuk setiap menghirup asap mematikan tersebut. Ia yang seringkali tiba-tiba muncul membawakan sarapan. Dan ia yang mampu muncul tanpa diminta untuk menenangkan ketika saya berada pada titik terlemah. Ia pria humoris. Ia selalu menghibur dengan gurauan dan tingkahnya yang terkadang terlalu jayus dan tak tahu malu.
Untuk saat ini saya bersyukur karena Tuhan terlalu baik memantaskan saya dengan dirinya.
Pantai Santolo: Cerita dari Selatan Garut
Saya akan bercerita tentang pengalaman berwisata menggunakan motor. Ya, berwisata ke tempat yang jaraknya puluhan, bahkan ratusan kilometer menggunakan motor merupakan pengalaman baru bagi saya. Saat itu saya berwisata ke selatan Kabupaten Garut. Ya, ke pantai. Pantai Santolo, letaknya di Pamengpeuk, Kecamatan Cikelet.
Saya sebut perjalanan ini touring. Saya tidak sendiri, yakni bersama 5 orang lainnya. Perjalanan dimulai dari utara Kota Bandung. Saat itu, saya dan teman-teman berangkat pukul 08.00 WIB. Ya memang agak siang, seharusnya bisa lebih pagi lagi. Namanya juga orang Indonesia, nggak ada cerita kalau nggak ngaret. Untuk sampai ke Pantai Santolo kami menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam. Tentunya sudah termasuk terpotong istrahat makan dan solat Jumat (Karena saat itu hari Jumat) untuk para lelaki yang memposisikan diri di depan stang motor dalam perjalanan kami. Kenapa lama sekali jarak tempuhnya? Ya, selain karena terpotong beberapa hal, keadaan motor yang tidak di gas dengan maksimal menjadi penyebabnya.
Saat perjalan menuju pesisir Kabupaten Garut, kami mengambil jalur ke arah selatan Kota Bandung. Ya, kami menggunakan jalur Ciwidey, kemudian lurus ke arah Cianjur hingga berakhir di pesisir Kabupaten Garut. Keadaan jalan sudah diaspal dengan bagus. Selain itu, selama perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan bak hamparan kasur hijau yang minta untuk dibaringi. Ya, kami disuguhkan pemandangan bentangan kebun teh yang seolah tak habis-habis saat melewati Rancabali, Kabupaten Bandung. Selama perjalanan hanya satu masalah saya, Ransel. Kontur jalan yang berkelak-kelok dengan keadaan ransel yang tidak memiliki penjepit pada bagian dada membuat punggung cepat terasa pegal.
Saat memasuki wilayah Kabupaten Cianjur, keadaan jalan mulai menyempit dan juga sepi, apalagi dengan seringnya dibumbui keberadaan jurang di sisi kiri membuat darah mulai mengalir cepat menuju jantung. Selain itu, sepanjang jalan tersebut, pengendara harus memperhatikan kestabilan kendaraan setiap kali melewati tanjakkan pendek yang tidak landai. Bila kendaraan telalu kencang dapat menyebabkan kendaraan seperti loncat.
Setelah dihadapkan dengan jalan kecil yang seolah tiada berujung, sampailah kami di persimpangan sekaligus pesisir Kabupaten Garut. Sebelum sampai ke Pantai Santolo, kami melewati dua pantai terkenal lainnya di Kabupaten Garut, yakni Pantai Jayanti dan Pantai Rancabuaya. Udara pesisir yang kering dan panas mulai terasa dan membuat saya ingin cepat-cepat membenamkan wajah dan tubuh di dalam bak besar atau paling tidak menemukan Alfamart atau Indomaret untuk membeli tissu basah kemudian mengusapkannya pada wajah. Akan tetapi, sepertinya cita-cita menemukan mini market pada saat itu hanyalah angan. Karena memang mini market terakhir yang kami temui, yakni saat kami berada di Ciwidey. Ya, sepanjang jalan antara Rancabali dan pesisir Kabupaten Garut kami belum menemukan satu pun 'surga kecil' tersebut.
Tepat di depan pintu masuk Pantai Santolo akhirnya kami menemukan mini market tersebut, tentunya dapat di tebak situasi yang ada di dalamnya. Ramai. Berbanding terbalik dengan keadaan jalanan yang telah kami lewati yang minim pengguna. Karena mini market tersebut berada tepat di depan pintu masuk pantai dan sepanjang perjalanan nyaris tidak ditemukan 'teman-temannya' tentunya keberadaan mini market satu ini bak meminum es kelapa kala berbuka puasa. Seger. Dengan segera saya masuk dan membeli keperluan yang dibutuhkan, seperti pemikiran ibu-ibu komplek 'Beli di luar aja, kalau beli apa-apa di dalam pasti mahal-mahal'.
Tiket masuk Pantai Santolo cukup murah, yakni Rp 5000/orang. Oh iya, saat kami berada di pintu masuk pantai, tiba-tiba ibu-ibu petugas pintu masuk riuh dan salah satunya berteriak "Itu Pak Bupati!" Benar saja saat saya menengok kebelakang, saya melihat mobil berplat merah yang kaca jendela pada kabin keduanya di buka. Ya, seperti aparat pemerintah lainnya, yang saat kampanye mengumbar janji menyejahterakan rakyat, tetapi untuk hal kecil seperti membayar tiket masuk objek wisata, para petinggi ini tidak mau. Ironis. By the way, kembali lagi ke cerita ya. Kemudian, untuk kendaraan roda dua yang memiliki body cukup besar, seperti Honda CB, dsb. Harus berhati-hati saat memasuki area pantai. Karena jalanan yang awalnya berbalut aspal berubah menjadi hamparan pasir halus yang teksurnya mudah membenamkan apa saja yang menekannya. Bila belum terbiasa dengan keadaan jalan seperti itu, menggunakan motor dengan body cukup besar akan menjadi masalah bila tidak mampu mempertahankan kestabilan.
Kami tiba di Pantai Santolo kira-kira pukul 3 sore. Walaupun belum terbilang terlalu sore, tapi kami harus bergegas untuk mencari penginapan. Karena untuk mencari penginapan yang cocok dengan selera enam kepala manusia tidaklah mudah. Keadaan Pantai Santolo dengan pantai lain seperti Pangandaran, Tidung, Anyer, dsb sangatlah berbeda. Di Pantai Santolo keadaan pantai wisata dengan pasar ikan ditempatkan pada satu lokasi yang sama. Tidak heran bau yang tercium saat pertama kali memasuki area penginapan wisatawan adalah bau amis ikan laut.
Setelah mendatangi beberapa penginapan, akhirnya kami mendapatkan penginapan yang secara umum memenuhi selera kami masing-masing. Tempatnya bersih, sirkulasi udara baik, dan kami dapat menikmati pemandangan pantai serta hembusan udara yang diciptakan oleh benturan ombak pada babatuan pinggir pantai dari baklon luas milik penginapan tersebut. Kamar yang kami sewa untuk menginap seharga Rp 350.000/harinya. Karena saat itu H+7 Idul Fitri, saya rasa dengan fasilitas yang diberikan dan dihargai segitu dapat dibilang tidak berlebihan. Di dalam kamar terdapat dua kasur springbed besar, tv 21', kipas angin, dan kamar mandi.
Hari mulai malam dan perut kami pun sudah mulai liar. Kami memutuskan untuk mencari makanan khas laut. Rumah makan di pantai ini, tidak susah untuk dicari. Anda cukup melangkahkan kaki beberapa meter keluar dari penginapan dan wallaa! Rumah makan yang berjejer rapi pun terlihat. Kami menambatkan hati pada salah satu rumah makan yang menyajikan berbagai jenis ikan laut bakar. Disana kami memesan, ikan kakap bakar besar (tidak ingat berapa gram), cumi saus pada ng(tidak ingat juga berapa gram), tahu tempe, dan cah kangkung. Ikan kakap disajikan dengan menggunakan wadah piring besar. cumi saus padang menggunakan 2 piring ukuran sedang, tahu tempe dalam satu wadang, cah kangkung dalam dua wadah mangkok berukuran sedang, dan nasi disajikan menggunakan dua bakul berukuran sedang. Dengan menu sebanyak itu dan rasa masakan yang menurut kami nampol, sukses membuat kami merenggangkan ikat pinggang. Total yang kami bayarkan untuk menu tersebut berkisar 220 (Kurang lebih segitu).
Setelah selesai dengan makan malam yang spektakuler tersebut kami memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir pantai dan duduk-duduk dibebatuan sambil menikmati guyuran cahaya bulan dan hembus angin laut. Ternyata, dengan suasana seperti itu sukses menciptakan quality time bagi kami.
Esok paginya, kami memutuskan untuk keluar dan bermain di pantai dengan hanya cuci muka dan menggosok gigi. Ya, tanpa mandi, hahaha. Disana kami menyewa papan berbahan busa padat (seperti bahan sandal swallow) untuk bermain seperti peselancar tetapi papan tersebut digunakan dengan menengkurapkan badan kami di atasnya. Papan tersebut dapat disewa dengan harga Rp 10.000.
Setelah puas berkawan dengan ombak, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan bergegas membersihkan diri dari kontaminasi air laut dan pasir pantai. Kemudian, kami memutuskan untuk bermain ke sebuah pulau yang letaknya di sisi kiri dari bibir pantai. Bentangan air laut antara Pantai Santolo dan pulau tersebut, saya rasa merupakan muara. Tetapi, walaupun disebut muara, keadaan air disana tidaklah menyeramkan. Semakin mendekati laut, muara semakin dangkal. Airnya pun sangat bersih dan jernis, sehingga kami dapat melihat hamparan pasir putih pantai di dasarnya. Walaupun dikatakan dangkal, pengunjung tetap memerlukan perahu untuk menyebrang. Karena saat itu biaya menyebrang kami diakumulasi dengan biaya perjalanan singkat ke tengah laut, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 10.000/perahu. Biasanya satu perahu berisi satu rombongan berjumlah 6-8 orang. Kemudian, setelah puas berkeliling pantai hingga hampir ke tengah laut, kami diantar ke sisi lain pulau yang kami tuju. Kami diturukan disebuah dermaga yang bila melihat ke sisi laut maka hingarbingar terumbu karang dan rumput laut akan terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Karena terlalu sering melihat pemandangan laut Jakarta yang 'luar biasa' membuat saya bersumsi bahwa semua air laut yang menyentuh dermaga pasti keruh. Ternyata, disini asumsi saya tersebut dapat terbantah.
Namun, di beberapa titik sangat disayangkan, karena masih banyak manusia-manusia yang meninggalkan jejak seenaknya. Sampah. Ya, di pasir putih pantai, di birunya air laut, sering kali terlihat 'cacat-cacat' yang mengganggu pandangan mata.
Selapas sampai dan beranjak mengeliling pulau tersebut, saya dikagetkan kembali dengan ciptan Tuhan yang satu ini. Saya melihat hamparan terumbu karang tanpa berbalut air laut yang sangat luas. Kami dapat bermain-main di atas terumbu karang tersebut. Sungguh luas sekali. Pemandangan ini saya rasa lebih indah dari pemandangan yang disajikan di bibir Pantai Santolo yang notabene dipenuhi pengunjung yang hendak menikmati pantai. Mengunjungi pulau tersebut membuat saya tidak menyesal melalui perjalanan selama 7 jam yang sungguh tidak mudah.
Oh iya, setelah puas bermain ke pulau tersebut, tepatnya pukul 01.00 siang kami telah selesai berkemas dan siap untuk kembali ke Kota Bandung. Jika saat berangkat kami melewati jalur Cianjur, saat pulang kami memutuskan untuk menggunakan jalur Pangalengan. Jalur ini lebih cepat dari jalur saat kami pergi. Karena rutenya yang memotong. Tetapi, jalur pangalengan ini sangat sadis. banyak sekali tanjakan-tanjakan panjang serta sudut kemiringan yang mengerikan. Untuk Anda yang hendak menggunakan jalur ini dari Pantai Santolo saya sarankan berhati-hati dan harus berkonsentrasi. Untuk Anda yang kehilangan konsentrasi sebaiknya beristirahat di beberapa warung-warung kecil pinggir jalan. Selain itu, untuk melewati jalur ini kendaraan Anda harus dalam keadaan yang sangat baik terlebih motor matic.
Saya dan partner bermotor saya sudah terlalu lelah. Kemudian, kami memutuskan untuk bergerak cepat. Ngebut. Hal tersebut, tentu membuahkan hasil. Waktu yang di tempuh kurang lebih hanya 5 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai kembali di Kota Bandung kurang lebih pukul 06.00 petang. Oh iya, dengan jarak tempuh Bandung-Pantai Santolo-Bandung, sangat irit bila Anda menggunakan bahan bakar Pertamax. Karena partner bermotor saya ini, dengan jenis motor Honda CB150S, ia hanya mengisi sekali tangki bahan bakarnya (dengan keadaan full), yakni saat masih di Kota Bandung.
Setelah puas berkawan dengan ombak, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan bergegas membersihkan diri dari kontaminasi air laut dan pasir pantai. Kemudian, kami memutuskan untuk bermain ke sebuah pulau yang letaknya di sisi kiri dari bibir pantai. Bentangan air laut antara Pantai Santolo dan pulau tersebut, saya rasa merupakan muara. Tetapi, walaupun disebut muara, keadaan air disana tidaklah menyeramkan. Semakin mendekati laut, muara semakin dangkal. Airnya pun sangat bersih dan jernis, sehingga kami dapat melihat hamparan pasir putih pantai di dasarnya. Walaupun dikatakan dangkal, pengunjung tetap memerlukan perahu untuk menyebrang. Karena saat itu biaya menyebrang kami diakumulasi dengan biaya perjalanan singkat ke tengah laut, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 10.000/perahu. Biasanya satu perahu berisi satu rombongan berjumlah 6-8 orang. Kemudian, setelah puas berkeliling pantai hingga hampir ke tengah laut, kami diantar ke sisi lain pulau yang kami tuju. Kami diturukan disebuah dermaga yang bila melihat ke sisi laut maka hingarbingar terumbu karang dan rumput laut akan terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Karena terlalu sering melihat pemandangan laut Jakarta yang 'luar biasa' membuat saya bersumsi bahwa semua air laut yang menyentuh dermaga pasti keruh. Ternyata, disini asumsi saya tersebut dapat terbantah.
![]() |
Bayangan perahu di atas air laut yang jernih |
Selapas sampai dan beranjak mengeliling pulau tersebut, saya dikagetkan kembali dengan ciptan Tuhan yang satu ini. Saya melihat hamparan terumbu karang tanpa berbalut air laut yang sangat luas. Kami dapat bermain-main di atas terumbu karang tersebut. Sungguh luas sekali. Pemandangan ini saya rasa lebih indah dari pemandangan yang disajikan di bibir Pantai Santolo yang notabene dipenuhi pengunjung yang hendak menikmati pantai. Mengunjungi pulau tersebut membuat saya tidak menyesal melalui perjalanan selama 7 jam yang sungguh tidak mudah.
![]() |
Rumput laut di atas batu karang yang diselipi air laut |
![]() |
Hamparan batu karang |
![]() |
Hamparan batu karang (di dalamnya sering kali terdapat kepiting kecil) |
Saya dan partner bermotor saya sudah terlalu lelah. Kemudian, kami memutuskan untuk bergerak cepat. Ngebut. Hal tersebut, tentu membuahkan hasil. Waktu yang di tempuh kurang lebih hanya 5 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai kembali di Kota Bandung kurang lebih pukul 06.00 petang. Oh iya, dengan jarak tempuh Bandung-Pantai Santolo-Bandung, sangat irit bila Anda menggunakan bahan bakar Pertamax. Karena partner bermotor saya ini, dengan jenis motor Honda CB150S, ia hanya mengisi sekali tangki bahan bakarnya (dengan keadaan full), yakni saat masih di Kota Bandung.
![]() |
Ini liburan kami, mana liburanmu? |
Pemerolehan Bahasa Anak (Fonem dan Kosakata)
PEMEROLEHAN FONEM DAN KOSAKATA
PADA ANAK USIA 5 TAHUN
LAPORAN PENELITIAN
Triyana Purnama Putri
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK:Secara alamiah kemampuan komunikasi setiap anak berawal dari bentuk komunikasi yang sama, yaitu tangisan, isyarat, celotehan dan ungkapan emosional. Baru kemudian, secara berstruktur atau bertahap proses pemerolehan bahasa dimulai. Pemerolehan bahasa setiap anak memiliki tahapan yang sama, yaitu mengucapkan satu kata, dua kata, hingga mengucapkan satu kalimat penuh. Dalam perkembangan keterampilan berbahasa, anak mengalami yang namanya pemerolehan fonem dan pemerolehan kosakata. Seorang anak memiliki tujuh tahapan dalam pemerolehan bahasa menurut Jean Piaget, yaitu tahap meraban pertama, tahap meraban kedua, tahap linguistik I, tahap linguistik II, tahap linguistik III, tahap linguistik IV, dan tahap linguistik V. Dalam penelitian ini, subjek penelitian telah berada pada tahap linguitik V dimana ia telah menguasai kompetensi penuh baik fonem maupun kosakata dibandingkan tahap di bawahnya. Penelitian dilakukan kepada subjek penelitian bernama Lulu Agustini, yaitu anak usia 5 tahun. Untuk meneliti terkait pemerolehan fonemdan kosakata, peneliti menggunakan metode melalui observasi serta merekam ujaran dari subjek penelitian. Dimana hasil observasi dan rekaman ujaran tersebut dijadikan sebagai bahan dari analisis penelitian ini. Temuan dari penelitian ini bahwa subjek peneliti yang berusia 5 tahun telah menguasai hampir semua jenis fonem dan telah mampu menggunakan kosakata berdasarkan kelas katanya.
Kata Kunci: Pemerolehan bahasa, Pemerolehan Fonem, Pemerolehan Kosakata.
*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini
Analisis Penggunaan dan Fungsi Bahasa Baku dan Non Baku
A. Perbandingan Penggunaan Bahasa Indonesia Baku dan Non Baku
Narasumber kami kali ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Beliau bernama Nuraini dengan umur 32 tahun. Ibu Nuraini ini dapat dikatakan penduduk asli Pulau Tidung karena sejak lahir hingga sekarang beliau menetap di Pulau Tidung. Bila dilihat dari silsilah keluarga beliau memiliki darah sunda dari ayahnya yang berasal dari Tangerang, Banten. Namun, demikian beliau tidak fasih dan bahkan tidak mengerti dengan bahasa sunda karena sejak kecil ia tidak diajarkan bahasa sunda oleh ayahnya.
Pendidikan terakhir beliau, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bila dilihat dari jenjang pendidikan terakhir beliau maka dapat digolongkan berpendidikan rendah. Selayaknya asumsi masyarakat bahwa orang dengan pendidikan rendah maka dalam penggunaan bahasa baku akan terlihat lebih kurang dibanding dengan orang yang berpendidikan tinggi. Dalam proses wawanacara kami dengan Ibu Nuraini terlihat penguasaan bahasa baku beliau kurang. Namun, walaupun begitu terlihat cukup berusaha untuk tetap menggunakan Bahasa Indonesia yang baku. Hal tersebut dapat dibuktikan dari potongan hasil wawancara kami dengan ibu Nuraini.
Pewawancara : Nah, ibu kita kan nanti mewawancarai ibu, ibu mau menggunakan nama asli ibu atau mau disamarkan?
Narasumber : Nama asli ajadah, Nuraini
Pewawancara: Begini bu mungkin wawancara ini satu atau dua jam bu. Ya, sebenarnya kita ngobrol saja bu. Pertanyaannya nanti kalau ada yang tidak mengerti mah tidak apa-apa. Pokoknya tidak ada benar tidak ada salah bu. Apakah wawancara ini ibu setuju untuk direkam?
Narasumber : Iya, setuju ajadah (tertawa)
Pewawancara : Pakai nama asli bu yah?
Narasumber : Iya
Pewawancara : Mungkin langsung saja ya bu. Mengganggu waktunya tidak bu?
Narasumber : Ya, tidak apa-apa dah
Pewawancara : Sambil berjalan saja ya bu yah
Narasumber : Iya
*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini
Aplikasi dari Prinsip Kerja Sama (Grice) pada Tuturan
APLIKASI DARI PRINSIP KERJA SAMA (GRICE)
PADA TUTURAN MASYARAKAT PULAU TIDUNG
BERPENDIDIKAN RENDAH
Triyana Purnama Putri
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK: Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang bertujuan agar suatu percakapan menjadi kooperatif. Kegiatan ini sendiri dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prinsip kerja sama tersebut bekerja pada tuturan masyarakat Pulau Tidung. Pekerjaan masyarakat Tidung yang mayoritas nelayan membuat sebagian besar pekerja tersebut mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Selain itu, di Pulau Tidung sendiri secara resmi tidak ada suatu bahasa yang berperan sebagai bahasa pokok atau bahasa lokal dari Pulau Tidung. hal ini disebabkan karena Pulau Tidung mempunyai latar belakang daerah masyarakat yang berbeda-beda. Raja dari Pulau Tidung sendiri diklaim berasal dari Pulau Kalimantan. Tetapi dalam hal dialek, mayoritas dari masyarakat Pulau Tidung berdialek melayu. Untuk meneliti prinsip kerja sama salah satu metode yang mudah melalui proses wawancara. Dimana hasil rekaman wawancara tersebut dijadikan sebagai bahan dari analisis penelitian ini. Analisis ini diarahkan untuk mengidentifikasi kerangka deskriptif dari tuturan narasumbernya. Kerangka teori yang digunakan adalah Prinsip Kerja Sama Grice (Grice’s Cooperative Principle). Temuan dari penelitian ini adalah meskipun dalam bentuk yang sederhana, tuturan masyarakat Pulau Tidung tetap mengandung keempat prinsip kerja sama milik Grice, yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Walaupun keempat prinsip tersebut terdapat dalam tuturan masyarakat Pulau Tidung tetap aja ada pelanggaran-pelanggaran maksim yang tercipta. Hal tersebut disebabka oleh minimnya pengetahuan (background knowledge) yang sama antara pewawancara dengan narasumber.
Kata Kunci:Prinsip kerja sama, Bahasa, Pulau Tidung, Pendidikan rendah.
*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini
Kajian Naskah Drama "Anak Rantau" Karya Dian Tri Lestari
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DALAM NASKAH DRAMA “ANAK RANTAU”
KARYA DIAN TRI LESTARI
KARYA DIAN TRI LESTARI
Oleh
Triyana Purnama Putri
ABSTRAKSI: Lahirnya karya sastra umumnya dari kondisi sosial suatu masyarakat.Salah satu karya sastra yang dekat dengan masyarakat adalah drama.Drama merupakan rekaan kisah hidupan yang direalisasikan di atas panggung.Dalam drama penonton dapat menemukan peristiwa-peristiwa atau konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakat.Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengkaji drama atau naskah drama adalah pendekatan sosiologi sastra.Melalui pendekatan ini pembaca diharapkan dapat dapat memahami bahwa setiap kehidupan sosial yang terjadi baik dalam cerita rekaan maupun kenyataan tidaklah berbeda jauh.
Kata kunci: Karya sastra, drama, pendekatan sosiologi sastra.
PENDAHULUAN
Karya sastra dapat dikatakan sebagai permodelan kisah hidup umat manusia yang tertuang dalam bentuk lisan maupun tulisan.Dalam sifat alamiahnya sastra bagian dari seni memiliki nilai artistik dan keindahan dalam isinya serta bersifat imajinatif.Sastra sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial.Sastra dapat berperan sebagai pencerita dalam kehidupan umat manusia yang berkembang dari waktu ke waktu.Seseorang dapat mengungkapkan permasalahan sosial atau pengalaman-pengalaman yang dialaminya maupun yang terjadi di lingkungannya, dan kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra.
Naskah drama karya Dian Tri Lestari yang berjudul Anak Rantau menyuguhkan permasalahan sosial yang umumnya terjadi pada masyarakat yang masih memegang teguh pada adat istiadat.Anak Rantau adalah kisah seorang pemuda urban yang terbawa arus pergaulan dunia barat, berikut perubahan pola pikir dalam dirinya.Sampai saat ini persoalan macam itu masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia.Seorang anak yang tidak dapat memposisikan dirinya dengan baik pada lingkungan baru dan akhirnya terbawa arus.Persoalan seperti ini menarik untuk dikaji lebih dalam, tentunya dengan sebuah pendekatan.Pendekatan yang dirasa pantas untuk mengkaji naskah drama ini adalah pendekatan sosiologi sastra.
*Untuk melihat lebih lengkapnya dapat di download di bawah ini
Langganan:
Postingan (Atom)