Pantai Santolo: Cerita dari Selatan Garut
Saya akan bercerita tentang pengalaman berwisata menggunakan motor. Ya, berwisata ke tempat yang jaraknya puluhan, bahkan ratusan kilometer menggunakan motor merupakan pengalaman baru bagi saya. Saat itu saya berwisata ke selatan Kabupaten Garut. Ya, ke pantai. Pantai Santolo, letaknya di Pamengpeuk, Kecamatan Cikelet.
Saya sebut perjalanan ini touring. Saya tidak sendiri, yakni bersama 5 orang lainnya. Perjalanan dimulai dari utara Kota Bandung. Saat itu, saya dan teman-teman berangkat pukul 08.00 WIB. Ya memang agak siang, seharusnya bisa lebih pagi lagi. Namanya juga orang Indonesia, nggak ada cerita kalau nggak ngaret. Untuk sampai ke Pantai Santolo kami menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam. Tentunya sudah termasuk terpotong istrahat makan dan solat Jumat (Karena saat itu hari Jumat) untuk para lelaki yang memposisikan diri di depan stang motor dalam perjalanan kami. Kenapa lama sekali jarak tempuhnya? Ya, selain karena terpotong beberapa hal, keadaan motor yang tidak di gas dengan maksimal menjadi penyebabnya.
Saat perjalan menuju pesisir Kabupaten Garut, kami mengambil jalur ke arah selatan Kota Bandung. Ya, kami menggunakan jalur Ciwidey, kemudian lurus ke arah Cianjur hingga berakhir di pesisir Kabupaten Garut. Keadaan jalan sudah diaspal dengan bagus. Selain itu, selama perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan bak hamparan kasur hijau yang minta untuk dibaringi. Ya, kami disuguhkan pemandangan bentangan kebun teh yang seolah tak habis-habis saat melewati Rancabali, Kabupaten Bandung. Selama perjalanan hanya satu masalah saya, Ransel. Kontur jalan yang berkelak-kelok dengan keadaan ransel yang tidak memiliki penjepit pada bagian dada membuat punggung cepat terasa pegal.
Saat memasuki wilayah Kabupaten Cianjur, keadaan jalan mulai menyempit dan juga sepi, apalagi dengan seringnya dibumbui keberadaan jurang di sisi kiri membuat darah mulai mengalir cepat menuju jantung. Selain itu, sepanjang jalan tersebut, pengendara harus memperhatikan kestabilan kendaraan setiap kali melewati tanjakkan pendek yang tidak landai. Bila kendaraan telalu kencang dapat menyebabkan kendaraan seperti loncat.
Setelah dihadapkan dengan jalan kecil yang seolah tiada berujung, sampailah kami di persimpangan sekaligus pesisir Kabupaten Garut. Sebelum sampai ke Pantai Santolo, kami melewati dua pantai terkenal lainnya di Kabupaten Garut, yakni Pantai Jayanti dan Pantai Rancabuaya. Udara pesisir yang kering dan panas mulai terasa dan membuat saya ingin cepat-cepat membenamkan wajah dan tubuh di dalam bak besar atau paling tidak menemukan Alfamart atau Indomaret untuk membeli tissu basah kemudian mengusapkannya pada wajah. Akan tetapi, sepertinya cita-cita menemukan mini market pada saat itu hanyalah angan. Karena memang mini market terakhir yang kami temui, yakni saat kami berada di Ciwidey. Ya, sepanjang jalan antara Rancabali dan pesisir Kabupaten Garut kami belum menemukan satu pun 'surga kecil' tersebut.
Tepat di depan pintu masuk Pantai Santolo akhirnya kami menemukan mini market tersebut, tentunya dapat di tebak situasi yang ada di dalamnya. Ramai. Berbanding terbalik dengan keadaan jalanan yang telah kami lewati yang minim pengguna. Karena mini market tersebut berada tepat di depan pintu masuk pantai dan sepanjang perjalanan nyaris tidak ditemukan 'teman-temannya' tentunya keberadaan mini market satu ini bak meminum es kelapa kala berbuka puasa. Seger. Dengan segera saya masuk dan membeli keperluan yang dibutuhkan, seperti pemikiran ibu-ibu komplek 'Beli di luar aja, kalau beli apa-apa di dalam pasti mahal-mahal'.
Tiket masuk Pantai Santolo cukup murah, yakni Rp 5000/orang. Oh iya, saat kami berada di pintu masuk pantai, tiba-tiba ibu-ibu petugas pintu masuk riuh dan salah satunya berteriak "Itu Pak Bupati!" Benar saja saat saya menengok kebelakang, saya melihat mobil berplat merah yang kaca jendela pada kabin keduanya di buka. Ya, seperti aparat pemerintah lainnya, yang saat kampanye mengumbar janji menyejahterakan rakyat, tetapi untuk hal kecil seperti membayar tiket masuk objek wisata, para petinggi ini tidak mau. Ironis. By the way, kembali lagi ke cerita ya. Kemudian, untuk kendaraan roda dua yang memiliki body cukup besar, seperti Honda CB, dsb. Harus berhati-hati saat memasuki area pantai. Karena jalanan yang awalnya berbalut aspal berubah menjadi hamparan pasir halus yang teksurnya mudah membenamkan apa saja yang menekannya. Bila belum terbiasa dengan keadaan jalan seperti itu, menggunakan motor dengan body cukup besar akan menjadi masalah bila tidak mampu mempertahankan kestabilan.
Kami tiba di Pantai Santolo kira-kira pukul 3 sore. Walaupun belum terbilang terlalu sore, tapi kami harus bergegas untuk mencari penginapan. Karena untuk mencari penginapan yang cocok dengan selera enam kepala manusia tidaklah mudah. Keadaan Pantai Santolo dengan pantai lain seperti Pangandaran, Tidung, Anyer, dsb sangatlah berbeda. Di Pantai Santolo keadaan pantai wisata dengan pasar ikan ditempatkan pada satu lokasi yang sama. Tidak heran bau yang tercium saat pertama kali memasuki area penginapan wisatawan adalah bau amis ikan laut.
Setelah mendatangi beberapa penginapan, akhirnya kami mendapatkan penginapan yang secara umum memenuhi selera kami masing-masing. Tempatnya bersih, sirkulasi udara baik, dan kami dapat menikmati pemandangan pantai serta hembusan udara yang diciptakan oleh benturan ombak pada babatuan pinggir pantai dari baklon luas milik penginapan tersebut. Kamar yang kami sewa untuk menginap seharga Rp 350.000/harinya. Karena saat itu H+7 Idul Fitri, saya rasa dengan fasilitas yang diberikan dan dihargai segitu dapat dibilang tidak berlebihan. Di dalam kamar terdapat dua kasur springbed besar, tv 21', kipas angin, dan kamar mandi.
Hari mulai malam dan perut kami pun sudah mulai liar. Kami memutuskan untuk mencari makanan khas laut. Rumah makan di pantai ini, tidak susah untuk dicari. Anda cukup melangkahkan kaki beberapa meter keluar dari penginapan dan wallaa! Rumah makan yang berjejer rapi pun terlihat. Kami menambatkan hati pada salah satu rumah makan yang menyajikan berbagai jenis ikan laut bakar. Disana kami memesan, ikan kakap bakar besar (tidak ingat berapa gram), cumi saus pada ng(tidak ingat juga berapa gram), tahu tempe, dan cah kangkung. Ikan kakap disajikan dengan menggunakan wadah piring besar. cumi saus padang menggunakan 2 piring ukuran sedang, tahu tempe dalam satu wadang, cah kangkung dalam dua wadah mangkok berukuran sedang, dan nasi disajikan menggunakan dua bakul berukuran sedang. Dengan menu sebanyak itu dan rasa masakan yang menurut kami nampol, sukses membuat kami merenggangkan ikat pinggang. Total yang kami bayarkan untuk menu tersebut berkisar 220 (Kurang lebih segitu).
Setelah selesai dengan makan malam yang spektakuler tersebut kami memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir pantai dan duduk-duduk dibebatuan sambil menikmati guyuran cahaya bulan dan hembus angin laut. Ternyata, dengan suasana seperti itu sukses menciptakan quality time bagi kami.
Esok paginya, kami memutuskan untuk keluar dan bermain di pantai dengan hanya cuci muka dan menggosok gigi. Ya, tanpa mandi, hahaha. Disana kami menyewa papan berbahan busa padat (seperti bahan sandal swallow) untuk bermain seperti peselancar tetapi papan tersebut digunakan dengan menengkurapkan badan kami di atasnya. Papan tersebut dapat disewa dengan harga Rp 10.000.
Setelah puas berkawan dengan ombak, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan bergegas membersihkan diri dari kontaminasi air laut dan pasir pantai. Kemudian, kami memutuskan untuk bermain ke sebuah pulau yang letaknya di sisi kiri dari bibir pantai. Bentangan air laut antara Pantai Santolo dan pulau tersebut, saya rasa merupakan muara. Tetapi, walaupun disebut muara, keadaan air disana tidaklah menyeramkan. Semakin mendekati laut, muara semakin dangkal. Airnya pun sangat bersih dan jernis, sehingga kami dapat melihat hamparan pasir putih pantai di dasarnya. Walaupun dikatakan dangkal, pengunjung tetap memerlukan perahu untuk menyebrang. Karena saat itu biaya menyebrang kami diakumulasi dengan biaya perjalanan singkat ke tengah laut, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 10.000/perahu. Biasanya satu perahu berisi satu rombongan berjumlah 6-8 orang. Kemudian, setelah puas berkeliling pantai hingga hampir ke tengah laut, kami diantar ke sisi lain pulau yang kami tuju. Kami diturukan disebuah dermaga yang bila melihat ke sisi laut maka hingarbingar terumbu karang dan rumput laut akan terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Karena terlalu sering melihat pemandangan laut Jakarta yang 'luar biasa' membuat saya bersumsi bahwa semua air laut yang menyentuh dermaga pasti keruh. Ternyata, disini asumsi saya tersebut dapat terbantah.
Namun, di beberapa titik sangat disayangkan, karena masih banyak manusia-manusia yang meninggalkan jejak seenaknya. Sampah. Ya, di pasir putih pantai, di birunya air laut, sering kali terlihat 'cacat-cacat' yang mengganggu pandangan mata.
Selapas sampai dan beranjak mengeliling pulau tersebut, saya dikagetkan kembali dengan ciptan Tuhan yang satu ini. Saya melihat hamparan terumbu karang tanpa berbalut air laut yang sangat luas. Kami dapat bermain-main di atas terumbu karang tersebut. Sungguh luas sekali. Pemandangan ini saya rasa lebih indah dari pemandangan yang disajikan di bibir Pantai Santolo yang notabene dipenuhi pengunjung yang hendak menikmati pantai. Mengunjungi pulau tersebut membuat saya tidak menyesal melalui perjalanan selama 7 jam yang sungguh tidak mudah.
Oh iya, setelah puas bermain ke pulau tersebut, tepatnya pukul 01.00 siang kami telah selesai berkemas dan siap untuk kembali ke Kota Bandung. Jika saat berangkat kami melewati jalur Cianjur, saat pulang kami memutuskan untuk menggunakan jalur Pangalengan. Jalur ini lebih cepat dari jalur saat kami pergi. Karena rutenya yang memotong. Tetapi, jalur pangalengan ini sangat sadis. banyak sekali tanjakan-tanjakan panjang serta sudut kemiringan yang mengerikan. Untuk Anda yang hendak menggunakan jalur ini dari Pantai Santolo saya sarankan berhati-hati dan harus berkonsentrasi. Untuk Anda yang kehilangan konsentrasi sebaiknya beristirahat di beberapa warung-warung kecil pinggir jalan. Selain itu, untuk melewati jalur ini kendaraan Anda harus dalam keadaan yang sangat baik terlebih motor matic.
Saya dan partner bermotor saya sudah terlalu lelah. Kemudian, kami memutuskan untuk bergerak cepat. Ngebut. Hal tersebut, tentu membuahkan hasil. Waktu yang di tempuh kurang lebih hanya 5 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai kembali di Kota Bandung kurang lebih pukul 06.00 petang. Oh iya, dengan jarak tempuh Bandung-Pantai Santolo-Bandung, sangat irit bila Anda menggunakan bahan bakar Pertamax. Karena partner bermotor saya ini, dengan jenis motor Honda CB150S, ia hanya mengisi sekali tangki bahan bakarnya (dengan keadaan full), yakni saat masih di Kota Bandung.
Setelah puas berkawan dengan ombak, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan bergegas membersihkan diri dari kontaminasi air laut dan pasir pantai. Kemudian, kami memutuskan untuk bermain ke sebuah pulau yang letaknya di sisi kiri dari bibir pantai. Bentangan air laut antara Pantai Santolo dan pulau tersebut, saya rasa merupakan muara. Tetapi, walaupun disebut muara, keadaan air disana tidaklah menyeramkan. Semakin mendekati laut, muara semakin dangkal. Airnya pun sangat bersih dan jernis, sehingga kami dapat melihat hamparan pasir putih pantai di dasarnya. Walaupun dikatakan dangkal, pengunjung tetap memerlukan perahu untuk menyebrang. Karena saat itu biaya menyebrang kami diakumulasi dengan biaya perjalanan singkat ke tengah laut, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 10.000/perahu. Biasanya satu perahu berisi satu rombongan berjumlah 6-8 orang. Kemudian, setelah puas berkeliling pantai hingga hampir ke tengah laut, kami diantar ke sisi lain pulau yang kami tuju. Kami diturukan disebuah dermaga yang bila melihat ke sisi laut maka hingarbingar terumbu karang dan rumput laut akan terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Karena terlalu sering melihat pemandangan laut Jakarta yang 'luar biasa' membuat saya bersumsi bahwa semua air laut yang menyentuh dermaga pasti keruh. Ternyata, disini asumsi saya tersebut dapat terbantah.
![]() |
Bayangan perahu di atas air laut yang jernih |
Selapas sampai dan beranjak mengeliling pulau tersebut, saya dikagetkan kembali dengan ciptan Tuhan yang satu ini. Saya melihat hamparan terumbu karang tanpa berbalut air laut yang sangat luas. Kami dapat bermain-main di atas terumbu karang tersebut. Sungguh luas sekali. Pemandangan ini saya rasa lebih indah dari pemandangan yang disajikan di bibir Pantai Santolo yang notabene dipenuhi pengunjung yang hendak menikmati pantai. Mengunjungi pulau tersebut membuat saya tidak menyesal melalui perjalanan selama 7 jam yang sungguh tidak mudah.
![]() |
Rumput laut di atas batu karang yang diselipi air laut |
![]() |
Hamparan batu karang |
![]() |
Hamparan batu karang (di dalamnya sering kali terdapat kepiting kecil) |
Saya dan partner bermotor saya sudah terlalu lelah. Kemudian, kami memutuskan untuk bergerak cepat. Ngebut. Hal tersebut, tentu membuahkan hasil. Waktu yang di tempuh kurang lebih hanya 5 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai kembali di Kota Bandung kurang lebih pukul 06.00 petang. Oh iya, dengan jarak tempuh Bandung-Pantai Santolo-Bandung, sangat irit bila Anda menggunakan bahan bakar Pertamax. Karena partner bermotor saya ini, dengan jenis motor Honda CB150S, ia hanya mengisi sekali tangki bahan bakarnya (dengan keadaan full), yakni saat masih di Kota Bandung.
![]() |
Ini liburan kami, mana liburanmu? |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar