Ngemil Nggak Harus Beli: Roti Panggang dan Puding dengan Vla

0
COM
Akhir-akhir ini punya rutinitas baru yang hits banget untuk saya pribadi. Ya, penyebabkan karena keseringan di rumah (pengangguran), untuk menghilangkan kebosanan jadi deh bikin-bikin sesuatu. Kebiasaan masak yang saya lakukan saat kuliah menjadi terlalaikan sejak move dari kost-an ke rumah. Iya, kalau di kost-an biasa masak, namanya juga anak kost harus cerdas soal keuangan. Hahaha. Sementara, sejak di rumah jadi malas sekali untuk masak. Namanya juga di rumah, sudah ada ratu dari segala masakan, Mamah. 

Nah saat ini setelah kurang lebih tiga bulan memutuskan untuk tak berkawan dengan wajan, kompor, kuali, bawang, garam, gula, cabe, (-cabean) dkk. Akhirnya, sekarang reunian lagi dengan mereka. Bedanya saat ini, yang dimasakan bukan makanan berat. Coba-coba yang simpel aja dan nggak butuh banyak bumbu ini itu. Sebatas makanan untuk cemilan di rumah. Sekalianlah ya latihan buat nyenengin suami sama anak nanti. Hahaha.

1. Roti Panggang


Nah, yang pertama ini roti panggang. Isinya cokelat stroberi dengan keju nanas. Untuk cara buatnya kayanya semua orang sudah hapal. Karena biasa liatin mamang-mamang tukang roti bakar hehe. tapi supaya blog ini informatif saya ceritakan saja ya cara buatnya hehe.

Bahan-bahannya, yaitu dua lembar roti tawar (boleh roti kupas atau bukan), mentega, susu kental manis, selai cokelat, selai stroberi, selai nanas, dan keju. 

Cara buatnya, yaitu pertama, siapkan dua lembar roti tawar kemudian tumpuk hingga menjadi satu bagian. Kemudian potong roti secara menyimpang simetris hingga menjadi dua buah roti. Kedua, oleskan mentega pada roti baik sisi dalam maupun sisi luar. Ketiga, oleskan selai perasa buah atau pun cokelat sesuai selera anda. Tapi kali ini saya memilih selai cokelat, selai stroberi, selai nanas, dan keju. Keempat, panaskan panggangan dengan api sedang, tinggal bolak-balik hingga roti berwarna kecokelatan. Bila dirasa telah matang, angkat. Kelima untuk lebih cihuy bisa ditambah dengan taburan keju di atasnya.

2. Puding dengan Vla 


Nah, untuk membuat puding dengan vla tidak susah kok. Begini cara buatnya...

Untuk bahan puding siapkan puding bubuk. Untuk pudingnya saya menggunakan puding bubuk yang sudah inklusif dengan gula, supaya tidak pusing menakar gulanya. 

Untuk bahan pembuat vla, siapkan susu cair 250 ml (bisa juga menggunakan susu kental manis, tinggal tuang susu sesuai selera kemudian larutkan ke dalam 250 ml air), 1 sdt tepung maizena, larutkan dengan sedikit air (bisa juga menggunakan tepung ketan atau tepung sagu. Gunanya sama-sama untuk mengentalkan adonan), 50 gram gula pasir, 1/4 vanili bubuk, garam secukupnya (saran tidak usah terlalu banyak), 1 butir kuning telur, dan sehelai daun pandan (untuk membuat adonan lebih harum).

Cara buatnya, masak puding terlebih dahulu. Cara memasaknya seperti memasak agar-agar biasa. 
Sementara, cara membuat vla puding, yaitu masukan semua bahan, seperti susu, tepung maizena yang sudah dilarutkan, gula pasir, vanili, garam, dan daun pandan ke dalam panci kecil kemudian rebus hingga mendidih. Setelah mendidih, ambil 1 sendok sayur adonan kemudian campurkan dengan kuning telur, kocok hingga rata. Masukan lagi ke dalam rebusan, aduk-aduk hingga mendidih, angkat dan dinginkan.


Semoga bermanfaat dan ingat karena ngemil nggak harus beli :)

Ade Taofik

0
COM

Karena kanyamanan adalah segalanya. Rasa nyaman mampu membeli prinsip seseorang. Rasa nyaman dapat meluluhkan hati seseorang. Rasa nyaman selalu berjalan lurus dengan kepribadian 'sumber' kenyamanan tersebut. Rasa nyaman dapat membuat seseorang menikmati waktu walau sekadar makan malam di warung pecel lele tepi jalan. Kerena rasa nyaman muncul dari kesederhanaan. 

Rasa nyamanku hidup saat bersamanya. Pria hebat, penyabar, dewasa, pengertian, dan humoris. Ia pria hebat. Karena ia satu-satunya yang mampu membuat saya merasa dihargai dan hal yang saya lalukan untuk membantunya selalu diapresiasi dengan baik. Saya mencintainya karena saat bersamanya saya merasa hebat dan menjadi manusia berguna bagi orang lain. Ia pria penyabar. Karena selalu sabar menghadapi saya yang manja, banyak maunya, dan egois. Saat saya salah, ia tidak pernah meluapkan amarahnya, justru selalu membuat saya merasa malu dengan nasihat-nasihatnya. Ia pria dewasa, karena ia hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum saat saya ceritakan seorang sahabat saya tidak menyukainya. Ia terlalu dewasa untuk seorang anak bungsu yang selalu berada di rumah untuk membantu rutinitas orang tuanya. Ia pria yang begitu mengerti. Ia dengan tulus tanpa diminta berhenti merokok total karena seringkali melihat saya terbatuk setiap menghirup asap mematikan tersebut. Ia yang seringkali tiba-tiba muncul membawakan sarapan. Dan ia yang mampu muncul tanpa diminta untuk menenangkan ketika saya berada pada titik terlemah. Ia pria humoris. Ia selalu menghibur dengan gurauan dan tingkahnya yang terkadang terlalu jayus dan tak tahu malu.

Untuk saat ini saya bersyukur karena Tuhan terlalu baik memantaskan saya dengan dirinya. 

Pantai Santolo: Cerita dari Selatan Garut

0
COM
Saya akan bercerita tentang pengalaman berwisata menggunakan motor. Ya, berwisata ke tempat yang jaraknya puluhan, bahkan ratusan kilometer menggunakan motor merupakan pengalaman baru bagi saya. Saat itu saya berwisata ke selatan Kabupaten Garut. Ya, ke pantai. Pantai Santolo, letaknya di Pamengpeuk, Kecamatan Cikelet. 

Saya sebut perjalanan ini touring. Saya tidak sendiri, yakni bersama 5 orang lainnya. Perjalanan dimulai dari utara Kota Bandung. Saat itu, saya dan teman-teman berangkat pukul 08.00 WIB. Ya memang agak siang, seharusnya bisa lebih pagi lagi. Namanya juga orang Indonesia, nggak ada cerita kalau nggak ngaret. Untuk sampai ke Pantai Santolo kami menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam. Tentunya sudah termasuk terpotong istrahat makan dan solat Jumat (Karena saat itu hari Jumat) untuk para lelaki yang memposisikan diri di depan stang motor dalam perjalanan kami. Kenapa lama sekali jarak tempuhnya? Ya, selain karena terpotong beberapa hal, keadaan motor yang tidak di gas dengan maksimal menjadi penyebabnya. 

Saat perjalan menuju pesisir Kabupaten Garut, kami mengambil jalur ke arah selatan Kota Bandung. Ya, kami menggunakan jalur Ciwidey, kemudian lurus ke arah Cianjur hingga berakhir di pesisir Kabupaten Garut. Keadaan jalan sudah diaspal dengan bagus. Selain itu, selama perjalanan kami disuguhkan dengan pemandangan bak hamparan kasur hijau yang minta untuk dibaringi. Ya, kami disuguhkan pemandangan bentangan kebun teh yang seolah tak habis-habis saat melewati Rancabali, Kabupaten Bandung. Selama perjalanan hanya satu masalah saya, Ransel. Kontur jalan yang berkelak-kelok dengan keadaan ransel yang tidak memiliki penjepit pada bagian dada membuat punggung cepat terasa pegal. 

Saat memasuki wilayah Kabupaten Cianjur, keadaan jalan mulai menyempit dan juga sepi, apalagi dengan seringnya dibumbui keberadaan jurang di sisi kiri membuat darah mulai mengalir cepat menuju jantung. Selain itu, sepanjang jalan tersebut, pengendara harus memperhatikan kestabilan kendaraan setiap kali melewati tanjakkan pendek yang tidak landai. Bila kendaraan telalu kencang dapat menyebabkan kendaraan seperti loncat. 

Setelah dihadapkan dengan jalan kecil yang seolah tiada berujung, sampailah kami di persimpangan sekaligus pesisir Kabupaten Garut. Sebelum sampai ke Pantai Santolo, kami melewati dua pantai terkenal lainnya di Kabupaten Garut, yakni Pantai Jayanti dan Pantai Rancabuaya. Udara pesisir yang kering dan panas mulai terasa dan membuat saya ingin cepat-cepat membenamkan wajah dan tubuh di dalam bak besar atau paling tidak menemukan Alfamart atau Indomaret untuk membeli tissu basah kemudian mengusapkannya pada wajah. Akan tetapi, sepertinya cita-cita menemukan mini market pada saat itu hanyalah angan. Karena memang mini market terakhir yang kami temui, yakni saat kami berada di Ciwidey. Ya, sepanjang jalan antara Rancabali dan pesisir Kabupaten Garut kami belum menemukan satu pun 'surga kecil' tersebut. 

Tepat di depan pintu masuk Pantai Santolo akhirnya kami menemukan mini market tersebut, tentunya dapat di tebak situasi yang ada di dalamnya. Ramai. Berbanding terbalik dengan keadaan jalanan yang telah kami lewati yang minim pengguna. Karena mini market tersebut berada tepat di depan pintu masuk pantai dan sepanjang perjalanan nyaris tidak ditemukan 'teman-temannya' tentunya keberadaan mini market satu ini bak meminum es kelapa kala berbuka puasa. Seger. Dengan segera saya masuk dan membeli keperluan yang dibutuhkan, seperti pemikiran ibu-ibu komplek 'Beli di luar aja, kalau beli apa-apa di dalam pasti mahal-mahal'.

Tiket masuk Pantai Santolo cukup murah, yakni Rp 5000/orang. Oh iya, saat kami berada di pintu masuk pantai, tiba-tiba ibu-ibu petugas pintu masuk riuh dan salah satunya berteriak "Itu Pak Bupati!" Benar saja saat saya menengok kebelakang, saya melihat mobil berplat merah yang kaca jendela pada kabin keduanya di buka. Ya, seperti aparat pemerintah lainnya, yang saat kampanye mengumbar janji menyejahterakan rakyat, tetapi untuk hal kecil seperti membayar tiket masuk objek wisata, para petinggi ini tidak mau. Ironis. By the way, kembali lagi ke cerita ya. Kemudian, untuk kendaraan roda dua yang memiliki body cukup besar, seperti Honda CB, dsb. Harus berhati-hati saat memasuki area pantai. Karena jalanan yang awalnya berbalut aspal berubah menjadi hamparan pasir halus yang teksurnya mudah membenamkan apa saja yang menekannya. Bila belum terbiasa dengan keadaan jalan seperti itu, menggunakan motor dengan body cukup besar akan menjadi masalah bila tidak mampu mempertahankan kestabilan.

Kami tiba di Pantai Santolo kira-kira pukul 3 sore. Walaupun belum terbilang terlalu sore, tapi kami harus bergegas untuk mencari penginapan. Karena untuk mencari penginapan yang cocok dengan selera enam kepala manusia tidaklah mudah. Keadaan Pantai Santolo dengan pantai lain seperti Pangandaran, Tidung, Anyer, dsb sangatlah berbeda. Di Pantai Santolo keadaan pantai wisata dengan pasar ikan ditempatkan pada satu lokasi yang sama. Tidak heran bau yang tercium saat pertama kali memasuki area penginapan wisatawan adalah bau amis ikan laut. 

Setelah mendatangi beberapa penginapan, akhirnya kami mendapatkan penginapan yang secara umum memenuhi selera kami masing-masing. Tempatnya bersih, sirkulasi udara baik, dan kami dapat menikmati pemandangan  pantai serta hembusan udara yang diciptakan oleh benturan ombak pada babatuan pinggir pantai dari baklon luas milik penginapan tersebut. Kamar yang kami sewa untuk menginap seharga Rp 350.000/harinya. Karena saat itu H+7 Idul Fitri, saya rasa dengan fasilitas yang diberikan dan dihargai segitu dapat dibilang tidak berlebihan. Di dalam kamar terdapat dua kasur springbed besar, tv 21', kipas angin, dan kamar mandi.

Pemandangan Pantai Santolo dari balkon penginapan
Hari mulai malam dan perut kami pun sudah mulai liar. Kami memutuskan untuk mencari makanan khas laut. Rumah makan di pantai ini, tidak susah untuk dicari. Anda cukup melangkahkan kaki beberapa meter keluar dari penginapan dan wallaa! Rumah makan yang berjejer rapi pun terlihat. Kami menambatkan hati pada salah satu rumah makan yang menyajikan berbagai jenis ikan laut bakar. Disana kami memesan, ikan kakap bakar besar (tidak ingat berapa gram), cumi saus pada ng(tidak ingat juga berapa gram), tahu tempe, dan cah kangkung. Ikan kakap disajikan dengan menggunakan wadah piring besar. cumi saus padang menggunakan 2 piring ukuran sedang, tahu tempe dalam satu wadang, cah kangkung dalam dua wadah mangkok berukuran sedang, dan nasi disajikan menggunakan dua bakul berukuran sedang. Dengan menu sebanyak itu dan rasa masakan yang menurut kami nampol, sukses membuat kami merenggangkan ikat pinggang. Total yang kami bayarkan untuk menu tersebut berkisar 220 (Kurang lebih segitu). 

Setelah selesai dengan makan malam yang spektakuler tersebut kami memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir pantai dan duduk-duduk dibebatuan sambil menikmati guyuran cahaya bulan dan hembus angin laut. Ternyata, dengan suasana seperti itu sukses menciptakan quality time bagi kami.

Esok paginya, kami memutuskan untuk keluar dan bermain di pantai dengan hanya cuci muka dan menggosok gigi. Ya, tanpa mandi, hahaha. Disana kami menyewa papan berbahan busa padat (seperti bahan sandal swallow) untuk bermain seperti peselancar tetapi papan tersebut digunakan dengan menengkurapkan badan kami di atasnya. Papan tersebut dapat disewa dengan harga Rp 10.000.

Setelah puas berkawan dengan ombak, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan dan bergegas membersihkan diri dari kontaminasi air laut dan pasir pantai. Kemudian, kami memutuskan untuk bermain ke sebuah pulau yang letaknya di sisi kiri dari bibir pantai. Bentangan air laut antara Pantai Santolo dan pulau tersebut, saya rasa merupakan muara. Tetapi, walaupun disebut muara, keadaan air disana tidaklah menyeramkan. Semakin mendekati laut, muara semakin dangkal. Airnya pun sangat bersih dan jernis, sehingga kami dapat melihat hamparan pasir putih pantai di dasarnya. Walaupun dikatakan dangkal, pengunjung tetap memerlukan perahu untuk menyebrang. Karena saat itu biaya menyebrang kami diakumulasi dengan biaya perjalanan singkat ke tengah laut, maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 10.000/perahu. Biasanya satu perahu berisi satu rombongan berjumlah 6-8 orang. Kemudian, setelah puas berkeliling pantai hingga hampir ke tengah laut, kami diantar ke sisi lain pulau yang kami tuju. Kami diturukan disebuah dermaga yang bila melihat ke sisi laut maka hingarbingar terumbu karang dan rumput laut akan terlihat jelas. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Karena terlalu sering melihat pemandangan laut Jakarta yang 'luar biasa' membuat saya bersumsi bahwa semua air laut yang menyentuh dermaga pasti keruh. Ternyata, disini asumsi saya tersebut dapat terbantah.

Bayangan perahu di atas air laut yang jernih
Namun, di beberapa titik sangat disayangkan, karena masih banyak manusia-manusia yang meninggalkan jejak seenaknya. Sampah. Ya, di pasir putih pantai, di birunya air laut, sering kali terlihat 'cacat-cacat' yang mengganggu pandangan mata.

Selapas sampai dan beranjak mengeliling pulau tersebut, saya dikagetkan kembali dengan ciptan Tuhan yang satu ini. Saya melihat hamparan terumbu karang tanpa berbalut air laut yang sangat luas. Kami dapat bermain-main di atas terumbu karang tersebut. Sungguh luas sekali. Pemandangan ini saya rasa lebih indah dari pemandangan yang disajikan di bibir Pantai Santolo yang notabene dipenuhi pengunjung yang hendak menikmati pantai. Mengunjungi pulau tersebut membuat saya tidak menyesal melalui perjalanan selama 7 jam yang sungguh tidak mudah.
Rumput laut di atas batu karang yang diselipi air laut

Hamparan batu karang

Hamparan batu karang (di dalamnya sering kali terdapat kepiting kecil)
Oh iya, setelah puas bermain ke pulau tersebut, tepatnya pukul 01.00 siang kami telah selesai berkemas dan siap untuk kembali ke Kota Bandung. Jika saat berangkat kami melewati jalur Cianjur, saat pulang kami memutuskan untuk menggunakan jalur Pangalengan. Jalur ini lebih cepat dari jalur saat kami pergi. Karena rutenya yang memotong. Tetapi, jalur pangalengan ini sangat sadis. banyak sekali tanjakan-tanjakan panjang serta sudut kemiringan yang mengerikan. Untuk Anda yang hendak menggunakan jalur ini dari Pantai Santolo saya sarankan berhati-hati dan harus berkonsentrasi. Untuk Anda yang kehilangan konsentrasi sebaiknya beristirahat di beberapa warung-warung kecil pinggir jalan. Selain itu, untuk melewati jalur ini kendaraan Anda harus dalam keadaan yang sangat baik terlebih motor matic. 

Saya dan partner bermotor saya sudah terlalu lelah. Kemudian, kami memutuskan untuk bergerak cepat. Ngebut. Hal tersebut, tentu membuahkan hasil. Waktu yang di tempuh kurang lebih hanya 5 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai kembali di Kota Bandung kurang lebih pukul 06.00 petang. Oh iya, dengan jarak tempuh Bandung-Pantai Santolo-Bandung, sangat irit bila Anda menggunakan bahan bakar Pertamax. Karena partner bermotor saya ini, dengan jenis motor Honda CB150S, ia hanya mengisi sekali tangki bahan bakarnya (dengan keadaan full), yakni saat masih di Kota Bandung.

Ini liburan kami, mana liburanmu?

Pemerolehan Bahasa Anak (Fonem dan Kosakata)

0
COM
PEMEROLEHAN FONEM DAN KOSAKATA 
PADA ANAK USIA 5 TAHUN
LAPORAN PENELITIAN

Triyana Purnama Putri
Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK:Secara alamiah kemampuan komunikasi setiap anak berawal dari bentuk komunikasi yang sama, yaitu tangisan, isyarat, celotehan dan ungkapan emosional. Baru kemudian, secara berstruktur atau bertahap proses pemerolehan bahasa dimulai. Pemerolehan bahasa setiap anak memiliki tahapan yang sama, yaitu mengucapkan satu kata, dua kata, hingga mengucapkan satu kalimat penuh. Dalam perkembangan keterampilan berbahasa, anak mengalami yang namanya pemerolehan fonem dan pemerolehan kosakata. Seorang anak memiliki tujuh tahapan dalam pemerolehan bahasa menurut  Jean Piaget, yaitu tahap meraban pertama, tahap meraban kedua, tahap linguistik I, tahap linguistik II, tahap linguistik III, tahap linguistik IV, dan tahap linguistik V. Dalam penelitian ini, subjek penelitian telah berada pada tahap linguitik V dimana ia telah menguasai kompetensi penuh baik fonem maupun kosakata dibandingkan tahap di bawahnya. Penelitian dilakukan kepada subjek penelitian bernama Lulu Agustini, yaitu anak usia 5 tahun. Untuk meneliti terkait pemerolehan fonemdan kosakata, peneliti menggunakan metode melalui observasi serta merekam ujaran dari subjek penelitian. Dimana hasil observasi dan rekaman ujaran tersebut dijadikan sebagai bahan dari analisis penelitian ini. Temuan dari penelitian ini bahwa subjek peneliti yang berusia 5 tahun telah menguasai hampir semua jenis fonem dan telah mampu menggunakan kosakata berdasarkan kelas katanya.

Kata Kunci: Pemerolehan bahasa, Pemerolehan Fonem, Pemerolehan Kosakata.

*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini

Analisis Penggunaan dan Fungsi Bahasa Baku dan Non Baku

0
COM
A. Perbandingan Penggunaan Bahasa Indonesia Baku dan Non Baku 
Narasumber kami kali ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Beliau bernama Nuraini dengan umur 32 tahun. Ibu Nuraini ini dapat dikatakan penduduk asli Pulau Tidung karena sejak lahir hingga sekarang beliau menetap di Pulau Tidung. Bila dilihat dari silsilah keluarga beliau memiliki darah sunda dari ayahnya yang berasal dari Tangerang, Banten. Namun, demikian beliau tidak fasih dan bahkan tidak mengerti dengan bahasa sunda karena sejak kecil ia tidak diajarkan bahasa sunda oleh ayahnya.

Pendidikan terakhir beliau, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bila dilihat dari jenjang pendidikan terakhir beliau maka dapat digolongkan berpendidikan rendah. Selayaknya asumsi masyarakat bahwa orang dengan pendidikan rendah maka dalam penggunaan bahasa baku akan terlihat lebih kurang dibanding dengan orang yang berpendidikan tinggi. Dalam proses wawanacara kami dengan Ibu Nuraini terlihat penguasaan bahasa baku beliau kurang. Namun, walaupun begitu terlihat cukup berusaha untuk tetap menggunakan Bahasa Indonesia yang baku. Hal tersebut dapat dibuktikan dari potongan hasil wawancara kami dengan ibu Nuraini. 

Pewawancara : Nah, ibu kita kan nanti mewawancarai ibu, ibu mau menggunakan nama asli ibu atau mau disamarkan?
Narasumber : Nama asli ajadah, Nuraini
Pewawancara: Begini bu mungkin wawancara ini satu atau dua jam bu. Ya, sebenarnya kita ngobrol saja bu. Pertanyaannya nanti kalau ada yang tidak mengerti mah tidak apa-apa. Pokoknya tidak ada benar tidak ada salah bu. Apakah wawancara ini ibu setuju untuk direkam?
Narasumber : Iya, setuju ajadah (tertawa)
Pewawancara : Pakai nama asli bu yah?
Narasumber : Iya 
Pewawancara : Mungkin langsung saja ya bu. Mengganggu waktunya tidak bu?
Narasumber : Ya, tidak apa-apa dah
Pewawancara : Sambil berjalan saja ya bu yah
Narasumber : Iya

*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini

Aplikasi dari Prinsip Kerja Sama (Grice) pada Tuturan

0
COM
APLIKASI DARI PRINSIP KERJA SAMA (GRICE)
PADA TUTURAN MASYARAKAT PULAU TIDUNG
BERPENDIDIKAN RENDAH

Triyana Purnama Putri 
Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK: Prinsip kerja sama merupakan prinsip yang bertujuan agar suatu percakapan menjadi kooperatif. Kegiatan ini sendiri dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prinsip kerja sama tersebut bekerja pada tuturan masyarakat Pulau Tidung. Pekerjaan masyarakat Tidung yang mayoritas nelayan membuat sebagian besar pekerja tersebut mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Selain itu, di Pulau Tidung sendiri secara resmi tidak ada suatu bahasa yang berperan sebagai bahasa pokok atau bahasa lokal dari Pulau Tidung. hal ini disebabkan karena Pulau Tidung mempunyai latar belakang daerah masyarakat yang berbeda-beda. Raja dari Pulau Tidung sendiri diklaim berasal dari Pulau Kalimantan. Tetapi dalam hal dialek, mayoritas dari masyarakat Pulau Tidung berdialek melayu. Untuk meneliti prinsip kerja sama salah satu metode yang mudah melalui proses wawancara. Dimana hasil rekaman wawancara tersebut dijadikan sebagai bahan dari analisis penelitian ini. Analisis ini diarahkan untuk mengidentifikasi kerangka deskriptif dari tuturan narasumbernya. Kerangka teori yang digunakan adalah Prinsip Kerja Sama Grice (Grice’s Cooperative Principle). Temuan dari penelitian ini adalah meskipun dalam bentuk yang sederhana, tuturan masyarakat Pulau Tidung tetap mengandung keempat prinsip kerja sama milik Grice, yakni maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Walaupun keempat prinsip tersebut terdapat dalam tuturan masyarakat Pulau Tidung tetap aja ada pelanggaran-pelanggaran maksim yang tercipta. Hal tersebut disebabka oleh minimnya pengetahuan (background knowledge) yang sama antara pewawancara dengan narasumber.

Kata Kunci:Prinsip kerja sama, Bahasa, Pulau Tidung, Pendidikan rendah.

*Untuk membaca lebih lengkap silakan download di bawah ini

Kajian Naskah Drama "Anak Rantau" Karya Dian Tri Lestari

0
COM
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DALAM NASKAH DRAMA “ANAK RANTAU” 
KARYA DIAN TRI LESTARI
Oleh
Triyana Purnama Putri 

ABSTRAKSI: Lahirnya karya sastra umumnya dari kondisi sosial suatu masyarakat.Salah satu karya sastra yang dekat dengan masyarakat adalah drama.Drama merupakan rekaan kisah hidupan yang direalisasikan di atas panggung.Dalam drama penonton dapat menemukan peristiwa-peristiwa atau konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakat.Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengkaji drama atau naskah drama adalah pendekatan sosiologi sastra.Melalui pendekatan ini pembaca diharapkan dapat dapat memahami bahwa setiap kehidupan sosial yang terjadi baik dalam cerita rekaan maupun kenyataan tidaklah berbeda jauh.

Kata kunci: Karya sastra, drama, pendekatan sosiologi sastra.

PENDAHULUAN

Karya sastra dapat dikatakan sebagai permodelan kisah hidup umat manusia yang tertuang dalam bentuk lisan maupun tulisan.Dalam sifat alamiahnya sastra bagian dari seni memiliki nilai artistik dan keindahan dalam isinya serta bersifat imajinatif.Sastra sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial.Sastra dapat berperan sebagai pencerita dalam kehidupan umat manusia yang berkembang dari waktu ke waktu.Seseorang dapat mengungkapkan permasalahan sosial atau pengalaman-pengalaman yang dialaminya maupun yang terjadi di lingkungannya, dan kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra.

Naskah drama karya Dian Tri Lestari yang berjudul Anak Rantau menyuguhkan permasalahan sosial yang umumnya terjadi pada masyarakat yang masih memegang teguh pada adat istiadat.Anak Rantau adalah kisah seorang pemuda urban yang terbawa arus pergaulan dunia barat, berikut perubahan pola pikir dalam dirinya.Sampai saat ini persoalan macam itu masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia.Seorang anak yang tidak dapat memposisikan dirinya dengan baik pada lingkungan baru dan akhirnya terbawa arus.Persoalan seperti ini menarik untuk dikaji lebih dalam, tentunya dengan sebuah pendekatan.Pendekatan yang dirasa pantas untuk mengkaji naskah drama ini adalah pendekatan sosiologi sastra.

*Untuk melihat lebih lengkapnya dapat di download di bawah ini

Selamat Menua, Mbak Put!

0
COM
Selamat ulang tahun Dinaaaaar! (24/9/15)

Dinar adalah salah satu sahabat saya sejak SMP. Seperti lika liku persabatan pada umumnya, tentu saja kami pernah mengalami yang namanya bertengkar. Tapi, saat ini kami sudah remaja tingkat akhir malah seharusnya sudah pada tahap perempuan dewasa. Jadi, sudah bukan jamannya ya, bertengkar bak anak SMA gitu. Hahaha. Semua harus dilihat dari cara pandang 'manusia adalah makhluk sosial'.

Pernah suatu ketika kami berdua bertengkar hebat, hingga tidak saling menyapa selama kurang lebih satu tahun. Sebenarnya kalau ditanya dari hati, ya pastinya nggak mau bertengkar seperti itu. Tetapi , berhubung kepalang emosi dan saling mementingkan ego, ya seperti itulah jadinya. Hingga pada awal tahun ini saya memberanikan diri untuk menyapanya dan meminta maaf. Awalnya saya ragu karena takut akhirnya malah menimbulkan sakit hati jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Tetapi, setelah saya berbicara panjang lebar yang isinya ingin memperbaiki hubungan kami berdua, dengan sangat terkejut ternyata Dinar pun memiliki keresahan dan kerinduaan yang sama seperti saya. Dan alhamdulillah hingga sekarang hubungan saya dan Dinar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Hal ini memberikan pelajaran bagi saya, bahwa cara kerja ikatan persahabatan sama seperti cara kerja ikatan persaudaraan. Ego akan mampu ditekan oleh rasa kasih sayang.

By the way, tanggal 24 September kemarin ulang tahun Dinar. Doanya semoga cepat dikhitbah dan nggak nyasar terus kalau ke kosan gue hahaha...


Si Blogger Magang

0
COM
Blog ini lahir tahun 2012. Blog ini berisikan, cerita, pengalaman, pengetahuan, dan perasaan dari saya. Blog ini telah mengalami beberapa kali pembaharuan, karena beberapa cerita yang lahir pada beberapa 'dekade' sebelumnya dirasa lebay, alay, hinyay, dan bikin jijay. Tetapi, dengan peremajaan tersebut, saya berharap isi blog saya sekarang ini dapat bermanfaat, mengispirasi, dan menghibur para blogger sejati, blogger magang, atau blogger yang nggak sengaja masuk karena keyword yang sedikit menyesatkan. Salam Triyana Purnama Putri yang sekarang masih 21 tahun...


Keponakanku dan Dunianya

0
COM
Hari ini dan beberapa hari belakang, saya sedang dihadapkan dengan rutinitas baru, yaitu menjadi baby sitter freelance. Memang betul kata orang tua, cari kerja itu susah. Buktinya walaupun sudah mendapat gelar sarjana tetap saja masih susah cari kerja. Kenapa tidak meneruskan ke S2? Hmm, nanti dulu deh ya. Dari SD sampai kuliah S1 sudah dibiayai orang tua masa sekarang S2 masih tetap merengek meminta aliran dana pada orang tua. 

Bayi-bayi yang saya asuh memang benar-benar bayi yang luar biasa, tidak bisa diatur dan tidak bisa diam di satu tempat. Saya menyebutnya bocah-bocah rese. Ibu tidak marah anaknya dipanggil seperti itu? Tidak juga sih, karena ibunya kakak saya. Hahaha. Menyenangkan, tidak habis pikir, dan kadang cukup menguras emosi saat sedang datang bulannya.

Bayi yang satu usia 20 bulan (Anjani) yang satu usia 7 bulan (Al). Al sebagai bayi 7 bulan yang baru bisa merangkak tidak terlalu merepotkan, kasih mainan untuk digigit atau dipindahkan ke karpet saat memenemukan hal bahaya. Sementara Anjani ini, makhluk kecil yang menguji kesabaran banget. "Anak kebanyakan vitamin" julukan saya untuk dia. Memang saat masa kehamilan ibunya sering sekali minum vitamin, makan-makanan gizi tinggi dan hal lainnya yang dilakukan ibu-ibu muda saat hamil anak pertama. Pernah suatu ketika, saat saya dan keluarga makan di sebuah rumah makan, saking aktifnya anak satu ini hampir semua makanan dia "eksperimenkan" mulai dari es teh manis yang dicampur sambal, minum es kelapa campur tahu goreng, dsb.

Hal yang sedang happening sekali saat ini untuk Anjani adalah belajar berbicara. Anjani sudah mulai mampu berbicara dengan orang dewasa melalui persatu kata yang ia ucapkan. Kata pertama yang mampu ia ucapkan adalah cicak dengan bunyi yang sangat jelas. Tetapi selayaknya, anak seusianya walaupun telah mampu berbicara dengan orang dewasa tentunya tidak setiap kata yang ia ucapkan dapat dimengerti. Contohnya, mengucapkan susu menjadi cucu, masuk menjadi macuk, melon menjadi meyon, air menjadi ai, seribu menjadi cebu, dsb. Selain pengucapan yang belum sempurna,   keberagaman kosakata yang anak seusia Anjani tentunya masih terbatas. Suatu ketika, ia diajak ke toko perhiasan. Selayaknya anak seusianya yang sangat senang bila diajak keluar, ia sangat asyik berlari kesana kemari di toko tersebut. Saat ibunya sedang memilih, ia pun menghampiri salah satu etalase yang berisi kalung-kalung emas yang sangat cantik yang mungkin beratnya di atas 3 gram. Kemudian, dengan polosnya ia teriak sambil menunjuk ke sembarang deretan kalung-kalung tersebut "Injam, injam, injam, injaam!" Maksudnya pinjam, pinjam, pinjam. Hahaha, sampai pegawai toko tersebut pun tertawa. Beruntunglah pada ibunya, karena saat ini Anjani hanya mampu berkata pinjam. Mungkin bila umurnya bertambah nanti kata tersebut akan menjadi "Mamih beli, beli, beli".

Saya sangat menyayangkan para orang tua yang mengajarkan anaknya bebicara pada usia "pemerolehan bahasa" dengan seolah "memanja-manjakan" sebuah kata, seperti pengucapan yang seharusnya pulang menjadi uang, susu menjadi cucu, sayang menjadi cayang, dsb. Padahal, pengucapan kata yang benar dari orang tua dapat membantu seorang anak lebih cepat melafalkan dengan benar sebuah kata. Coba saja bayangkan, jika mereka semakin besar dan ia mengartikan kata uang sebagai bentuk seseorang yang telah/hendak kembali ke rumah, bukan benda berbentuk kertas/logam yang dapat mereka gunakan untuk jajan. Masalah kita sudah mengajarkan dengan benar tetapi mereka masih salah mengucapkannya, itu karena penggunaan alat ucap mereka masih belum sempurna. Hal tersebut, tidak menjadi masalah selama para orang tua tetap membenarkan saat sang anak salah mengucapkannya.

Hahaha blog ini jadi berasa sedang membahas masalah parenting. Itu hanya sebatas cerita dan opini saya tentang dunia anak dan kebahasaan. Semoga dapat menjadi manfaat dan hiburan bagi yang membacanya :)


Hastanta Leroy Altair (Al)

Myeshia Afsheen Anjani (Anjani)

Hasil Tidak Akan Mengkhianati Proses

1
COM
Seharusnya ini jadi blog dua bulan lalu. Tapi karena terkadang menulis itu membutuhkan mood maka baru terealisasi hari ini.

Tanggal 30 Juli 2015 menjadi bagian dari beberapa tanggal yang berarti bagi hidup saya. Untuk apa memspesialkan tanggal? Agar saat kita bercerita dengan anak cucu tidak terjadi kekeliruan dan juga agar anak cucu kita kelak dapat berimajinasi seperti apa sosok kita pada saat itu.

Oke, lanjut saja ya. Pagi hari tanggal 30 Juli 2015 saya bersiap dan berpakian rapi. Apa yang tidak biasa saya kenakan, seolah menjadi keharusan yang saya pakai pada hari itu. Ya, kaus kaki. Selain ketika memakai sepatu model sneakers, saya paling anti memakai kaus kaki. Tetapi, hari itu dengan sukarela tanpa paksaan, kaus kaki saya kenakan dan saya sandingkan dengan flatshoes. Setelah bersiap dan berkemas diri, sekuat tenaga saya mengatur napas dan detak jantung agar tetap dalam keadaan sesantai mungkin. Tetapi, biarpun berusaha sesantai mungkin tetap terasa ada angin di dalam perut atau sesuatu yang berharap ingin segera keluar. Dengan berusaha santai dan yakin akan kemampuan diri sendiri dalam hari saya menerikan "Bismillah, siap sidaaaaang!!!" (Hmm, agak dramatis tapi ya memang dalam situasi untuk mempertaruhkan masa depan standarnya mungkin seperti itu. Realisasinya bisa dilihat ketika seorang kehilangan kekasihnya).

Yap, hari itu hari saat saya dan puluhan mahasiswa lainnya di uji oleh tiga orang yang insya Allah jenius dan mendadak berubah menjadi kloningannya malaikat Izrail. Saat itu memang saya akui saya cukup percaya diri dengan produk yang saya godok kurang lebih 3 bulan. Faktor utamanya karena Allah membatu saya yang orangnya panikan dan panakut dengan memberikan dosen pembimbing yang jenius gila tapi nyereminnya juga gila. 

Dalam kurun waktu 3 bulan tersebut, saya dihadapkan dengan konsep dan instrumen penelitian yang bolak-balik direvisi. Pada tahap itu problematik mahasiswa tingkat akhir benar-benar saya rasakan. Kuncen perpustakan, sahabatan dengan staff jurusan, lupa makan (tapi untungnya memang sedang bulan ramadhan), sampai tidak tidur 32 jam. Amazingggg!! Tapi saya menyakini dan percaya dengan quotes (yang entah dari siapa sumbernya) bahwa hasil tidak akan mengkhianati proses. Selain itu, sebagai penambah semangat dan penghibur diri, beberapa hari sebelum sidang sering berbicara pada diri sendiri yang isinya "Skripsi ini yang tau isi dan prosesnya kan cuma kamu. Penguji tahu apa." Hahaha.

Karena proses yang saya jalani dan yakin dengan apa saya tulis dalam 227 halaman tersebut, dengan berusaha santai tetapi tetap serius hampir semua pertanyaan yang diajukan kloningan malaikat-malaikat izrail dapat saya jawab. Setelah penguji terakhir mengatakan "Iya sudah cukup" dan saya dipersilkan keluar dari ruang sidang rasa ingin meluk siapa saja yang saya lihat saat itu. Bahagia, ingin teriak, mendadak kelaparan, dan perasaan yang tak tergambarkan lainnya. Tapi alhamdulillah saat itu teman-teman dekat saya sudah menanti di luar ruang jadi saat keluar ruangan, saya tidak memeluk siapapun yang lewat deh. Hahaha.

Hari itu setelah pengumuman kelulusan atau yudisium oleh Ketua Jurusan, saya rasa tidak ada yang tidak terharu. Karena, ya, namanya juga baru saja melewati saat-saat menegangkan yang membuat perut kembung, tangan dingin, dan jantuk berirama lebih cepat. Apalagi dengan kata-kata Bapak Kajur yang sukses buat mahasiswi-mahasiswinya berkaca-kaca, yaitu "Satelah ini, sampaikan salam kami kepada orang tua kalian. Setelah delapan semester, sekarang saat kami mengembalikan kalian kepada orang tua masing-masing" Mungkin bila tidak ada unsur di luar bahasa seperti situasi dan suanana kelimat-kalimat tersebut tidaklah istimewa. Tetapi, kalimat-kalimat tersebut begitu berarti dan menyentuh bagi kami yang baru saja mendapat tambahan beberapa huruf ajaib dibelakang nama lengkap.

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Tentunya hanya itu yang dapat saya panjatkan kepada Allah Swt. Karena sedikitnya saya telah mampu memberikan kebahagiaan dan kebanggan untuk orang tua dan keluarga. Walaupun saya bukan penganut dogma bahwa kuliat lebih cepat selesai itu lebih baik tapi saya percaya bahwa kuliah lebih cepat selesai itu dapat membantu membuat keuangan orang tua membaik.

Inilah sisa-sisa kebahagian tersebut.....


Foto saya di depan fakultas tercintaah

Bersama sahabat-sahabat *walaupun tidak lengkap

Bersama sahabat-sahabat *walaupun tidak lengkap

#SKW48

0
COM
Kurang lebih setahun yang lalu tepat di bulan ini, saya dipertemukan dengan 10 orang luar biasa dengan karakter masing-masing. Dari sebelas kepala dengan beragam cara pandang, diharuskan menjadi satu otak demi terciptanya nilai A dan pencitraan yang baik di depan ribuan pasang mata.

Duduk di ruang tengah, menyalakan musik, menyanyi bersama itu kebiasaan kami di posko KKN. Iya 10 orang tersebut teman-teman baru saya yang saya dapat di mata kuliah Kuliah Kerja Nyata. Lebih tepatnya mungkin keluarga baru bagi saya. 

Awal masa-masa tersebut, mungkin sulit. Sulit beradaptasi dengan lingkungan baru dan sulit menyatukan masing-masing jalan pikiran dari orang-orang konyol ini. Tapi seiring berjalannya waktu, semakin banyak kegiatan yang kami lakukan bersama. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Mulai dari yang tidak biasa kami jalani menjadi hal yang sehari-hari kami jalani. Mulai dari yang asing menjadi tak tahu diri. Iya hal-hal tersebut membuat kami semua semakin akrab dan membuat kata jaim serta canggung seolah hilang dari muka bumi. 

Kesepuluh orang tersebut mempunyai karakter masing-masing yang khas dan sulit dilupakan.

Pertama, dimulai dari ketua kelompok namanya Alija Izetbegovic. Biasa kami panggil Ija. Saat awal tahu bahwa ada anggota kelompok memiliki nama unik seperti itu, saya pikir ia bule agak blasteran negara mana gitu, Ternyata, bayangan tersebut hanya ilusi semata, mukenye pribumi pisan, sis. Hahaha. Ia menjabat ketua kelompok sekaligus koordinator kecamatan di daerah KKN kami. Tetapi saat di posko, semua ingarbingar jabatan tersebut seolah enyah dari jidatnya. Mungkin di posko kelompok lain ia disegani tapi di posko kelompok sendiri ia di bully. Hahaha. Wajahnya yang sangar tidak sejalan lurus dengan sikap dan sifatnya. Konyol, kocak, manja, kadang nyebelin, tapi ya sukseslah untuk jadi pemimpin.

Kedua ada wakil ketua, Ade Taofik. Biasa kami panggil Mang Opik. Kenapa bisa mempunyai panggilan seperti? Karena Ade ini kuncennya daerah kami. Beberapa anggota keluarganya ada di sana. Keluarnyalah yang menjadi salah satu sponsor jika kami rindu akan makanan mewah, seperti ayam goreng atau ikan goreng. Nah, Ade biasa di panggil Mang Opik oleh keluarganya. Walaupun masih muda ternyata ia keponakannya sudah banyak dan banyak yang lebih tua darinya. Selain itu, jika di posko Ade laki-laki paling rajin kalau masalah piket. Selalu stand by di kamar mandi buat cuci piring. Hahaha. Sifat lain dari Ade itu adalah jayus. Saya kurang paham, apa kami semua memiliki selera humor yang rendah atau beliau ini salah pilih tutorial cara melawak yang baik. 

Ketiga ada ibu bendahara, Diana Djawdjatus Sholeha. Biasa kami panggil Ndid. Ibu bendahara ini memang sukses mengemban jobdesk nya. Ndid ini tipikal orang yang rajin, pintar atur pengeluaran, dan yang paling 'Ndid banget' adalah jarang ngomong tapi sekalinya ngomong nyes bikin orang ngakak. Dan satu lagi ciri khasnya Ndid, nggak mau dicium walaupun dengan sesama perempuan. Jadi kalau habis shalat berjamaah saya dan teman-teman perempuan yang lain suka menjahilinya dengan cium pipi beliau ini. Hahaha.

Keempat ada Ibunya anak-anak di posko, Risa Haelani. Kenapa dipanggil ibu karena sifat perempuan super cantik ini seperti ibu-ibu, yaitu selalu berusaha memenuhi setiap keinginan kami. Mulai dari request makan apa hari ini, memfasilitasi soal jajan, hingga menemani kami ke kamar mandi. Pertama bertemu beliau ini, karena cantik saya pikir ia sombong ternyata nyenengin banget, baik, pokoknya orang sunda banget. Hahaha. Memang benar sih quote don't judge a book by its cover itu.

Kelima ada ratu Sumedang, Wening Tyas. Biasa kami panggil Teteh. (Warning: Jangan coba-coba panggil beliau Wening!). Umurnya paling muda tapi dipanggil teteh, kenapa? Mungkin karena sikapnya mirip teteh-teteh (jawaban yang tidak menjawab). Teteh yang satu ini sifatnya bawel, galak, jutek. Ya, persis teteh-teteh kan? Hahaha. Tapi bawelnya dan galaknya karena perhatian ke anggota kelompok yang lain. Soal makan yang paling diperhatikan oleh beliau ini ;') Kadang beliau sendiri susah kalau diingatkan soal makan. Suka gagal paham. Beliau ini sering memarahi kami kalau telat makan. Kecuali juteknya, mungkin itu bawaan lahir. Hahaha.

Keenam ada Anggi Septiriani atau Ginot. Perempuan cantik dan paling rame. Kalau baru kenal pasti nggak nyangka kalau anak ini rajin shalat, pintar, dan peduli sama orang-orang yang dekat dengan dia. Dan satu yang saya paling suka dengan sikap Ginot adalah ia tipikal orang yang berbicara apa adanya. Kalau yang keluar dari mulutnya A, berarti yang ada dipikiran dan hatinya A. Keren. Dan satu lagi, anaknya modis abissss. Apa aja yang ia pakai selalu cocok. Dan satu lagi sifat yang paling saya suka dari Ginot, loyal sama orang-orangnya yang ia sayangi. Apalagi kalau si cantik ini sedang bawa banyak makanan. Hahaha.

Ketujuh ada Dinar Tiara Asih atau Inay. Cantik, polos, pintar, dan saredeuk. Suka nggak paham sama polosnya Inay itu. Kadang kalau lagi ngobrol 'alirannya' itu suka nggak sampai ke Inay, mesti pake jenset dulu. Hahaha. Ciri khas Inay itu, mirip radio berjalan. Apa aja lagunya beliau ini pasti tau liriknya atau paling nggak judulnya. Jadi kalau ngajak Inay ke BD Melody pasti peserta yang lain kalah. Dan Inay itu sering saredeuk. Kalau jalan sering nabrak apapun di depannya. Kalau habis nabrak pasti langsung bersuara "Aduh maapin Inay" (Dengan wajah penuh penyesalan). Dan yang paling saya suka dari Inay itu suara ketawanya, renyah banget. Emeeshh.

Kedelapan ada Desi Wulandari atau Ndes. Selama di posko, Ndes ini kaya ratunya tidur dan ratunya gelar kasur. Hahaha. Tapi jangan coba-coba setengah hari terus-terusan bersamanya. Pasti sedikitnya satu sifat atau kebiasaan orang lain bisa beliau idetifikasi. Orangnya sangat cerdas untuk mengidentifikasi sikap dan sifat orang. Bahkan, perasaan orang terhadap orang lain. Mungkin horor, tapi salah satu sifat Ndes ini membantu saya untuk mengetahui sesuatu hal. Ciri khasnya Ndes kalau di posko setiap ada lagunya Roar Katy Perry "Aduh bentar ya Mas Pian telepon" Hahaha.

Kesembilan ada Umar Wijaksono atau Aki. Kenapa beliau ini kami panggil Aki? Karena sifatnya memang mirip aki-aki. Suka marah-marah sambil jalan dan menggerutu. Saat di posko, kami tidak pernah memakai alarm untuk bangun pagi. Karena setiap pagi Aki selalu membangunkan kami dengan omelannya dan teriakannya. Hahaha, sangat membantu saya akui. Tetapi sebenarnya Aki ini orangnya kocak. Sebelas dua belas dengan Ade. Selain dalam hal melawak, Aki pun menjadi partner Ade dalam banyak hal. Misalnya, jemput Bu Kades, beli logistik ke kota (Sumedang), benerin air kalau tersumbat, dsb.

Kesepuluh ada Yudi Sudirwan atau Ayudi. Beliau ini orang yang paling sering (itikaf) di masjid dekat posko, tetap main dengan anak-anak sekitar posko saat anggota lain lelah. Dan beliau ini, satu-satunya anggota yang terlibat cinlok dengan Irema setempat. Hahaha.

Seperti itulah kesepuluh manusia langka yang sekarang menjadi bagian dari hidup saya. Salah satunya malahan akan menjadi bagian dari masa depan saya, Amiiin Ya Allah. Hahaha...

Hidup Mahasiswa (tingkat akhir)!

0
COM
Malam ini niatnya buka laptop itu mau nyekripsi, alhasil terjebak dalam lingkaran imajinasi di sini. Hahaha ya gitu lika-likunya mahasiswa tingkat akhir. 

Malam ini mau cerita tentang bocah-bocah gemesin, bikin tepok jidat, dan yang pada pinter bikin saya tidur kaya orang mati kalau habis menghadapi mereka. Di penghujung bulan ini, masa-masa akhir Program Pengalaman Lapangan. Salah satu syarat dapat tambahan huruf dibelakang nama lengkap.

Pada PPL ini saya diberi kesempatan mengajar di tiga kelas. Bukan yang termasuk banyak, tapi dibilang sedikit juga tidak. Seminggu 12 jam pelajaran, mengajar anak-anak spektakuler. Tiga kelas dengan anak-anak yang tidak biasa memberi kesan tersendiri bagi saya dan benar-benar memberi pengalaman baru. Karena ketiga kelas tersebut memiliki karakter masing-masing. VII B, VII E, dan VII F. Iya saya guru PPL SMP.

Mulai dari VII B, kelas ini saya pilih karena kelas pertama yang saya lihat dan kesan awal kelasnya kondusif. Ternyataaaaa, itu semua hanya kamuflase. Setelah saya mengajar ternyata anak-anaknya luar biasa susah diatur. Saya berusaha menganggap hal tersebut wajar. Balik lagi pada kata-kata orang tua "Namanya juga anak-anak". Memang susah diatur, tapi anak-anak di kelas ini ekspresif kalau soal foto. Tidak malu-malu, saya suka hahaha.

Kelas yang kedua VII F, kelas ini kelas kedua yang saya pilih. Anak-anak di kelas ini cukup pemalu jika saya minta untuk mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari di depan kelas. Tapi, saya kagum dengan kelas ini, karena tidak sedikit murid kelas ini yang memiliki pemikiran luar biasa. Di atas rata-rata pemikiran anak seusia mereka, out of the box! Anak-anak kelas ini cenderung penurut. Ya, walaupun beberapa ada yang di luar jalur. 

Kelas yang ketiga VII E, kelas ini kelas terakhir dan pada awalnya tidak saya pilih. Karena awal masa PPL saya hanya diminta mengajar di dua kelas tapi kebijakan guru pamong berubah menjadi tiga kelas. Tapi saya tidak menyesal memilih kelas ini. Karena karakter anak-anak di kelas ini cenderung aktif dan rajin. Ya, beginilah mungkin surganya para guru. Saya cenderung nyaman di kelas ini. Walaupun sifat anak-anaknya sama dengan kelas lain, yaitu susah diatur tapi kelas ini punya kelebihan tersendiri.

Mari saya perkenalkan anak-anak spektakuler tersebut. Bersiaapp...

Kelas VII B

Kelas VII E

Kelas VIIF
Terlepas dari semua hal tersebut, saya berterima kasih kepada bocah-bocah gemeshiiin di atas. Karena telah memberikan pengalaman yang tidak dapat dibeli oleh apapun. Semoga kelak semua anak-anak di foto ini sukses dengan cara yang mereka pilih masing-masing. Makasih anak-anaknya Bu Anaaaa ~

Namanya Juga Hobi

0
COM
Beberapa bulan ini saya sedang dihadapkan dengan rutinitas baru. Rutinitas yang sebenarnya akan menjadi rutinitas saya di masa mendatang.

Saat belum mampu beradaptasi dengan rutinitas tersebut, saat capek-capeknya dengan segala pikiran dan keadaan badan yang lagi manja-manjanya, seseorang berbicara kepada saya
"Mungkin passion kamu bukan ada di jurusan kependidikan, bukan ngajar." 
Singkat, berisi, dan bikin mikir. Tidak, kalimat singkat yang tidak memiliki subjek tersebut, tidak membuat saya hilang semangat. Justru membuat saya berpikir, ternyata ada yang memerhatikan saya sebegitunya sampai saya sendiri tidak sadar bahwa saya ternyata punya passion.

Tidak, saya tidak akan cerita tentang orang tersebut tapi tentang hal yang ia bilang passion. Ia bilang, "Passion kamu itu di fotografi" Memang saya memiliki ketertarikan sendiri dengan memfoto berbagai hal. Mulai dari memfoto hal penting sampai hal tidak penting. Saya tidak bisa dibilang orang yang ahli dalam hal fotografi, karena mengatur diafragma kamera, ISO, dan speed, dan beberapa mode kamera saja masih acak-acakan. Hanya saja saya memang suka alam, dan suka memfoto hal-hal yang berkaitan dengan alam. Entah kenapa mengagumi ciptaan Tuhan (selain manusia) yang satu itu membuat imajinasi bermain indah. Tentunya juga membuat amnesia sejenak dengan SKRIPSWEET.

Saya hanya mengartikan ketertarikan saya yang satu itu sebagai hobi. Memang kalau yang namanya hobi tidak ada kata tidak masuk akal, bukan? Dimana pun, kalau belum ada kepuasan batin dari hasil bidikan saya, tidak menutup kemungkinan lain waktu saya akan kembali lagi ke tempat tersebut. Karena semua kembali pada jargon "Namanya juga hobi".

Ini semua hanya sebatas hobi belum ahli :)


Lanskap dari Bukit Moko
Mode Bulb yang masih amatir


Stone Garden Padalarang

Senja milik Pulau Tidung

Menulis Itu Seperti Pohon

0
COM
Sudah lama tidak berkencan dengan dunia blogger. 
Beberapa waktu lalu baru saja dapat motivasi karena suatu hal, sederhana tapi energinya luar biasa. 

"Menulis itu seperti pohon. Pohon memang berdiri tegap pada satu tempat. Tetapi tidak dengan buahnya. Buahnya bisa menjelajah ke seluruh pelosok negeri hingga keliling dunia"

Benar juga sih karena pembuktian quote itu beberapa kali mampir pada diri saya. Bahkan, hanya dengan tulisan yang sangat sederhana, kita mampu membantu seseorang.

Kejadian beberapa hari lalu. Saat matahari hampir tepat berada di atas kepala, saya hampir berteriak karena mendapat sebuah pesan. Isinya dari seorang mahasiswa tingkat akhir seperti saya. Namun, bukan dari kampus yang sama dengan saya. Ia bertanya-tanya tentang salah satu tulisan berupa karya tulis ilmiah yang saya posting beberapa tahun lalu di blog. Ternyata ia menggunakan tulisan yang saya muat tersebut sebagai studi relevan pada skripsinya. Sempat tidak percaya, kaget, dan malu. Karena tulisan tersebut dahulu merupakan tulisan seorang anak yang masih polos dan buta tentang kebahasaan. Tapi dibalik hal tersebut, saya sempat senang karena tulisan yang saya anggap belum sempurna dapat membantu seseorang menentukan masa depannya. 
Tuhan memang penulis skenario yang Maha Dahsyat....